Balada Calon Ketua Osis

By Astri Soeparyono, Kamis, 7 Agustus 2014 | 16:00 WIB
Balada Calon Ketua Osis (Astri Soeparyono)

"Ke, kamu dukung siapa di pemilihan Ketua OSIS nanti?" tanya Melisa. 

Ike tersenyum.  Ike tahu, Melisa pasti memilih Andre yang satu kelas dengannya.  Andre yang terkenal ganteng, tinggi, dan anak dari seorang dokter bedah terkemuka, merupakan salah satu kandidat Ketua OSIS.  Kandidat lainnya adalah Fahri dan Adnan.

"Jangan-jangan kamu dukung Fahri, ya?" tebak Melisa. "Karena Fahri satu kelas dengamu."

"Siapapun yang akan jadi Ketua OSIS nanti, enggak masalah buatku," jawab Ike.  "Ini enggak seperti pemilu presiden."

Karena jam istirahat hampir habis, mereka berdua mengakhiri obrolan dan berpisah. Ike dan Melisa kembali ke kelas masing-masing. 

Di kelas Ike, Fika dan empat orang temannnya sedang berkerumun, membicarakan dukungan mereka kepada Andre untuk menjadi Ketua OSIS. Fika memamerkan poster yang memuat gambar Andre yang besar, juga program-programnya (yang kelihatan minor jika dibanding dengan ukuran gambar wajah Andre).  Poster itu ada sekitar selusin dan full color.  Fika kelihatan bangga sekali dengan poster buatannya itu.  Seluruh sekolah tahu bahwa Fika naksir berat pada Andre.  Meskipun Fika satu kelas dengan Fahri namun ia jelas akan beri dukungan pada Andre.  

 Di sudut lain kelas, Fahri tampak tidak peduli melihat teman satu kelasnya terang-terangan berkampanye untuk kandidat dari kelas lain. Menurut Ike sendiri, Fahri bukanlah kandidat Ketua OSIS yang populer.  Secara tampilan fisik, jelas dia kalah ganteng dari Andre.  Hal yang menonjol dari Fahri adalah keaktifannya berbicara, baik di dalam kelas maupun di organisasi yang diikutinya.  Fahri terkenal vokal dan  selalu menikmati saat-saat sedang berbicara di depan umum. 

Pada awalnya, banyak yang kagum pada Fahri, namun lama kelamaan, Fahri menjadi sosok yang membosankan.  Dia gemar beropini tanpa isi. Fahri lebih sering bicara berputar-putar, termasuk saat berpidato di acara debat antar kandidat Ketua OSIS.  Fahri berbicara dua puluh menit lebih lama dibanding dua kandidat lain dan murid-murid yang menonton tampak tidak tertarik.

Tidak ada cewek yang naksir Fahri. Teman-teman cowok pun makin lama makin menjauhinya,  kecuali Yudha dan Handri yang juga adalah teman baik Ike, yang masih sering ngobrol dengan Fahri.  Kelihatannya Fahri mulai menyadari bahwa teman-teman menjauhinya.  Mungkin karena itu, belakangan Fahri terlihat murung. Sepanjang hari ini, ia terus menunduk menatap mejanya dengan ekspresi sendu.  Ike ingin mendekat dan menanyakan sebabnya, tapi keduluan oleh Handri.

"Apa bacanya, Ri?" tanya Handri menunjuk tulisan di meja Fahri.

"Tukang eksis," jawab Fahri.  "Sudah biasa, kok.  Ada yang diam-diam menulis semacam ini di mejaku," kata Fahri lagi.

"Menurutku ini keterlaluan, seenaknya nulis-nulis ejekan di meja orang lain," ujar Handri.  Ia lalu menoleh ke arah Ike, "Kamu tahu ini tulisan siapa, Ke?"

Ike mendekat untuk melihat tulisan di meja Fahri.  Betapa terkejutnya Ike melihat selain tulisan 'tukang eksis', masih ada tulisan-tulisan lain seperti 'big mouth', 'stinky mouth', 'sok tahu', 'banci tampil' dan yang paling jelas menyerang Fahri adalah tulisan yang berbunyi, 'Fahri, for OSIS President is a joke'.

Ike yang memang jeli dan hafal dengan tulisan tangan teman-temannya, bisa segera mengenali siapa penulisnya.  Ike melirik Fika yang juga sedang memandang Ike dengan gugup.  Fika lalu memalingkan wajahnya dan pergi meninggalkan kelas diikuti teman-temannya.

"Aku enggak tahu siapa penulisnya," Ike berbohong. "Tapi ini memang keterlaluan."

Ike dan Handri memandang Fahri dengan penuh empati.

"Aku enggak apa-apa, kok," ujar Fahri.

Bel tanda pelajaran berbunyi, semua murid masuk kelas dan duduk di bangku masing-masing. Handri yang duduk tepat di belakang Ike, bertanya lagi.

"Benar kamu enggak tahu siapa penulisnya?"

"Aku tahu tapi enggak mau kasih tahu," jawab Ike.  "Fahri bilang, dia enggak apa-apa.  Lagi pula, istilah tukang eksis memang pas buat Fahri."

Handri terkikik. "Iya juga, sih," gumamnya.

Pengambilan suara telah selesai dilakukan.  Hasilnya akan diumumkan tiga hari kemudian.  Di hari yang penting ini, Ike melihat Fahri masih saja tampak murung.

"Calon Ketua OSIS, kok enggak semangat, sih?"

"Kayaknya bukan aku yang akan terpilih, deh," kata  Fahri yang kemudian menunujuk mejanya. "Tulisan-tulisan di meja ini adalah salah satu alasannya. Kelihatannya banyak orang yang tidak suka padaku."

Ike meringis.

"Ngomong-ngomong kamu pilih siapa, Ke?  Andre, ya?" tanya Fahri.

"Aku pilih Adnan," jawab Ike. "Diantara semua kandidiat, cuma dia yang dapat simpatiku. Aku lumayan kenal Adnan, dia lucu dan jujur, programnya juga lumayan."

"Oh, Adnan memang lucu," Fahri membenarkan, "Dia juga jarang complain kalau diberi tugas, tipe orang yang sedikit bicara banyak kerja."

"Maaf, Ri, aku enggak dukung kamu, padahal kita teman satu kelas," ujar Ike. "Tapi jujur Ri, meski kamu sering menonjolkan diri, tapi kamu tidak meraih banyak simpati."

"Dengan kata lain, aku hanyalah  tukang eksis atau banci tampil," sahut Fahri dengan nyengir.

"Anggap aja itu kritik membangun," timpal Handri yang muncul tiba-tiba.

Ike mengangguk setuju.

Fahri akhirnya tersenyum. Ia juga kelihatan senang bisa mengetahui tentang sikapnya yang kurang disukai orang lain.

Setelah tiga hari, Ketua OSIS terpilih diumumkan.  Hasil perhitungan suara menyatakan Adnan menang telak dan berhak menyandang jabatan Ketua OSIS. Fahri  meraih suara terbanyak kedua, lebih banyak tiga suara dibanding Andre . 

Fahri langsung menghampiri Adnan untuk menyampaikan selamat dengan tulus.  Sedangkan Andre masih shock  dengan kekalahannya dan berdiri kaku di depan papan pengumuman.

Kini Fahri menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS dan mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik untuk membantu Adnan.  Sementara itu di kelas, mendadak ada seseorang lagi yang selalu terlihat murung. 

Pagi-pagi, Fika sampai di kelas dengan mata berkaca-kaca.  Fika lalu duduk, membuka tas dan mengeluarkan spidol dari tempat pensilnya.  Ia tampak menulis sesuatu di mejanya sendiri, lalu saat air matanya tak tertahankan lagi, Fika menghambur ke luar kelas.

Fahri, Handri, dan Ike menyaksikan kejadian itu.  Mereka bertiga mendekat ke meja Fika untuk tahu apa yang dia tulis.  Tulisan itu adalah 'Andre brengsek'.

Handri memandang Ike penuh arti.  Ike mengangguk pelan, memberi isyarat bahwa memang Fika juga yang selama ini menulis ejekan-ejekan di meja Fahri karena Fika menganggap Fahri tidak layak menjadi Ketua OSIS. 

Lalu, alasan mengenai Fika yang jadi murung dan sedih, juga alasan dari tulisan di mejanya yang berkaitan dengan Andre, Ike sudah tahu penyebabnya.  Melisa memberi tahu Ike bahwa ternyata Andre sudah punya pacar di sekolah lain, dan Fika patah hati karenanya.

(Oleh :  Indri Hapsari, foto: wifflegif.com)