Gundulisme

By Astri Soeparyono, Sabtu, 15 Maret 2014 | 16:00 WIB
Gundulisme (Astri Soeparyono)

Sya memang tidak lagi peduli dengan teman-teman macam Shiren. Bagi mereka teman adalah orang yang bisa mereka ajak ke mal, yang bisa nemenin mereka ke salon, atau yang bisa nebengin mereka mobil mewah ke sekolah. Definisi dangkal yang baru Sya sadari. Dan Sya sama sekali tidak bersedih kehilangan teman-teman macam Shiren. Sya sudah mengantisipasi semua ini sebelumnya. Tapi satu yang tak sesuai dengan perkiraannya. Namanya Indra. Ketua futsal, pimpinan redaksi majalah sekolah dan ketua kelas. Satu-satunya cowok yang ditaksir Sya sekaligus satu-satunya cowok yang menolaknya. Selama ini Sya sudah mengerahkan segala daya dan upaya untuk menarik hati Indra. Tapi semuanya sia-sia. Secantik apa pun Sya berdandan, seterkenal apa pun merk sepatu Sya, segiat apa pun Sya merayunya. Indra tetap bergeming. Dingin sedingin es. Indra benar-benar cowok aneh yang menyimpang dari standar manusia. Ya...di saat semua orang pergi menjauhi Sya karena gundulismenya, cowok satu ini malah menunjukkan sikap ajaib.

Kejadiannya berawal dari kantin. Saat itu jam istirahat pertama. Sya duduk sendirian di pojok. Pertama kali menikmati kesunyian dan kesendiriannya. Biasanya Shiren dan gank Cimotnya selalu mengoceh Beo. Sya memejamkan matanya, merasakan angin menari menyapa kulitnya. Saat ia membuka mata tiba-tiba saja Indra sudah di hadapannya. Melihatnya. Atau tepatnya melihat kepala gundulnya. Sya jelas tak siap. Jantungnya tiba-tiba saja melompat tak karuan. Ia seperti melayang. Sya merasakan bahagia dan malu bersamaan. Apa kata Indra tentang kepalanya yang gundul ini?

"Sya...."

"Indra...."

"Lu kelihatan cantik dengan penampilan baru lu Sya." What? Cantik? Gue? Indra, lu pasti abis minum obat flu terus ngantuk jadi enggak bisa ngebedain mana bidadari mana tuyul. Apa gue yang berhalusinasi, ya? Sya ngedumel dalam hati.

"Maksud lu?" akhirnya hanya kata-kata itu yang keluar dari bibir Sya.

"Gue lebih suka penampilan lu yang sekarang. Lu berani beda Sya."

"Apa? Coba lu ulangi sekali lagi? Kuping gue sepertinya bermasalah gitu?" kata Sya sambil mengorek-ngorek telinganya dengan jari kelingking.

"Gue lebih suka penampilan lu yang sekarang. Lu berani beda Sya," ulang Indra dengan ekspresi yang sulit sekali diartikan oleh Sya. Entah itu ekspresi jujur, tulus atau ekspresi mengolok.

"Ndra, lu pasti lagi ngerjain gue, ya?"

"Sya...." kata Indra sambil menatap tajam mata Sya. Seketika itu waktu seperti berhenti berdetak. Betapa Sya ingin mengkristalkan momen mewah itu.

"Gue nggak ngerti gimana labirin otak lu itu. Hampir semua temen-temen gue ngejauhin gue, enggak mau lagi jalan bareng gue karena malu dengan kepala gue, malu dengan sepatu butut gue. Dan lu...yang slama ini menolak gue mentah-mentah adalah satu-satunya orang yang bilang gue lebih cantik dengan kepala gundul gue ini."