Anak Ayam dan Sekaleng Puisi

By Astri Soeparyono, Sabtu, 28 September 2013 | 16:00 WIB
Anak Ayam dan Sekaleng Puisi (Astri Soeparyono)

***

Setelah sekian lama mempersiapkan acara ini, akhirnya sekarang tibalah saatnya melihat hasil jerih payah tim panitia lomba mading 3D.

Auditorium sekolah disulap menjadi arena lomba dan seminar yang megah. Ada 30 tim yang siap untuk berkompetisi serta berkreasi sekreatif mungkin. Satu tim terdiri dari 4 orang siswa. Mereka sudah siap dengan bahan yang akan mereka gunakan untuk membuat mading. Acara sudah mulai. Diawali dengan sambutan ketua panitia yaitu aku sendiri. Kemudian acara dibuka oleh Kepala Sekolah. Dan lomba pun dimulai, peserta diberikan waktu 2 jam untuk membuat mading dengan tema "kreasi tanpa batas"

Peserta lomba nampak sibuk menghias mading mereka, ada yang membuat pemandangan alam, ada yang membuat prototype mainan tradisional, dan lain-lain. Memandangi mereka seperti ini aku jadi teringat setahun yang lalu sewaktu aku kelas X. Aku, Riri, Dinar, dan Aji juga mengikuti lomba ini. Awalnya, sih, cuma iseng-iseng ikutan, dan ternyata timku menang dan menyabet juara satu, bener-bener di luar dugaan banget.

Tiba-tiba dengan langkah tergopoh-gopoh, serta raut muka cemas Dimas menghampiriku. "Din, kamu udah dapet konfirmasi, kan, dari Pak Didik? Masalahnya sekarang Pak Didik enggak bisa dihubungi, di-BBM ngga dibalas, ditelepon enggak diangkat. Sebentar lagi dia, kan, mengisi materi." Keringat menetes dari dahinya, nafasnya tersengal-sengal, dan dia nampak kebingungan.

"Lhh, Bela konfirmasi ke aku kalo Pak Didik bisa dateng jam 1, dan enggak usah dijemput. Sekarang Bela mana?" Raut mukaku tegang.

"Nah itu, Bela juga hilang enggak ada kabar. Kamu dipanggil sama Bu Kepsek."

Dengan langkah tergesa aku berlari menghadap Bu Kepsek, wajahku sungguh tak bisa menyembunyikan kecemasan ini.

"Din, lho, kamu itu gimana! Ini udah jam berapa? Pak Didiknya mana? Semua tamu undangan menunggu kedatangan Pak Didik. Kamu bisa bikin nama sekolah kita tercoreng kalo pembicaranya enggak dateng."

"Iya, Bu, maaf, tapi Pak Didiknya udah konfirmasi tadi pagi kalau akan datang on time. Saya coba hubungi Pak Didiknya sebentar." Wajahku terlihat enggak karuan, ini bisa jadi blunder kalo enggak cepat-cepat diselesaikan.

Dengan menggigiti bibir, aku berjalan mondar-mandir aku mencoba menelepon Pak Didik berulang kali. Namun suara yang terdengar selalu sama."Nomor yang Anda tuju sedang sibuk atau di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."

Aku menghampiri wakil ketua panitia yaitu Beta, dan kami mencoba mencari solusi dari masalah ini. Sepuluh menit lagi waktu yang tersisa. Aku dan Beta memutuskan untuk mengganti pembicara, yaitu Pak Gigi, sama-sama maestro di bidang seni rupa. Aku dan Beta bergegas keluar auditorium untuk menjemput Pak Gigi yang rumahnya selang lima gedung dari sekolah ini setelah sebelumnya Beta menelepon keberadaan beliau.