Pertanda

By Astri Soeparyono, Sabtu, 23 Maret 2013 | 16:00 WIB
Pertanda (Astri Soeparyono)

"Adik berangkat, ya. Assalamualaikum," ujarku lagi. Dari dalam mobil travel kulambaikan tangan kepada Ricky.

Mimpi itu masih saja berkelebat di benakku. Walaupun aku telah berusaha melenyapkannya, namun tetap saja keinginanku kalah dari pikiranku.

"Hmm, Kak Yana, Kak Imai, dan Kak Andut, apa yang mereka minta dari aku? Apakah doa? Ah tidak mungkin, aku tidak pernah lupa mengirimkan doa untuk mereka setiap malam. Dan juga bukan itu mimpinya jika mereka minta doa,atau minta sesuatu." Aku berpikir keras. Mimpi itu menggambarkan mereka sedang dalam ketakutan. Aku berpikir terlalu keras, sampai  tubuh dan pikiranku letih dan tertidur.

***

"Jangaaan, jangan ambil kakakku...!" Tanpa sadar aku berteriak terlalu keras.

"Pit! Sadar, Nak. Sudah Maghrib." Kulihat wajah orang yang berada tepat di sampingku,

"Mamak?" tanyaku seperti orang bodoh.

"Iya, ini Mamak. Dalam travel kamu pingsan, digotong sama Bapak dan Busu Atan ke rumah," jelas mamak. Bagaimana mungkin aku pingsan, sedangkan aku hanya tertidur dan bermimpi. Mimpi tentang kakak-kakakku yang telah meninggal puluhan tahun silam.

"Mandi, dah itu shalat. Bapak udah duluan." Mamak memberikan hpku.

"Ricky tadi telepon, Mamak yang angkat. Mamak bilang kamu tidur, biar dia tidak terlalu khawatir," lanjut Mamak.

"Apa lauk makan, Mak?" tanyaku mengalihkan perhatian Mamak dari tubuhku yang basah oleh keringat.

"Lauk kesukaan mu, sambal mentah, sayur petole dan ada ulam jengkol," jawab Mamak.