Si Gadis Terbang

By Astri Soeparyono, Sabtu, 5 Januari 2013 | 16:00 WIB
Si Gadis Terbang (Astri Soeparyono)

Suatu ketika aku mendapatkan ide bagus agar Annabelle bisa bermain tanpa takut dimarahi bibinya.

            "Kau tidak perlu khawatir bibimu akan tahu. Kita bisa bermain di sini, atau di tempat tersembunyi lain, seperti sungai di bagian paling utara atau di kaki gunung di bagian paling timur Virrenschoa. Di sana aman dan tidak banyak orang, kan? Jika kau takut bajumu kotor, kau bisa melapisinya dengan jubah bekas kakakku dan pakai saja sepatu boots ini. Setuju?"

            Maka di minggu-minggu berikutnya, aku mengajak Annabelle melakukan banyak hal. Kami bermain layang-layang, menangkap serangga, memancing, memetik buah beri dan banyak lagi. Selama bermain denganku, aku tidak pernah lagi melihat Annabelle dipalak oleh tiga anak nakal itu. Dia jadi terlihat lebih ceria dan...hidup. Kami menjadi sahabat yang tak terpisahkan. 

            Suatu hari, sekelompok anak laki-laki bermain kriket di padang rumput. Mereka adalah teman-temanku dan mereka memang sering bermain. Biasanya, hanya aku yang ikut bermain sedangkan Annabelle hanya akan melihat kami dari bawah pohon oak. Namun kali ini, aku membujuknya untuk ikut bermain. Annabelle setuju, namun anak-anak itu menolaknya.

            "Tidak bisa. Anak perempuan mana bisa main kriket. Ini bukan main-main," tegas Bertie, salah satu dari anak-anak itu. Bukan main-main apanya? Jelas-jelas mereka akan bermain kriket.

            "Memangnya kenapa?" tukasku. Annabelle diam saja di belakangku. "Jangan-jangan kalian takut dikalahkan oleh perempuan."

            "Tentu saja tidak. Apa kau gila?" sahut Rikko, anak lainnya.

            "Kalau begitu biarkanlah dia bermain. Aku berjanji dia akan berhenti jika permainannya buruk."

            Mereka diam sejenak. Yah, sebenarnya mereka cukup lama berbisik-bisik untuk memutuskannya. Lalu... "Baiklah, Josh. Pegang kata-katamu. Aku bertaruh ia tidak akan pernah memukul bola," ledek Bertie, disambut dengan tawa mengejek dari anak-anak lain.

            Permainan dimulai. Seorang anak laki-laki melempar bola, seorang lagi memukulnya, lalu berlari bolak-balik. Sangat seru. Hingga ketika giliran Annabelle memukul, timku sedikit grogi sedangkan tim lawan tersenyam-senyum sombong. Mereka begitu terkejut ketika Annabelle berhasil memukul cukup jauh, hingga mereka tercengang beberapa detik, yang menguntungkan tim kami. Permainan berakhir dengan tim kami menang. 

***

            Suatu hari, aku dan Annabelle merasa tidak ingin bermain yang memerlukan aktivitas fisik. Jadi kami memutuskan untuk bermain kartu dengan taruhan sejumlah apel yang semuanya milikku, di bawah pohon oak kesayangan kami. Kami tidak mempertaruhkan bekal, karena bekal Annabelle selalu sedikit dan tidak terlalu enak.