Tiba-tiba saja hujan turun dengan deras. Hari memang mendung. Aku dan Annabelle segera berdiri di dekat pohon oak. Pohon itu memang berhasil melindungi kami dari hujan. Namun tiba-tiba saja petir menggelegar. Tentu saja berlindung di bawah pohon sangat tidak aman, apalagi tidak ada pohon lain di padang rumput ini. Maka kami segera beranjak pergi. Aku sudah berdiri di tengah hujan, sedangkan Annabelle masih berusaha membuka payungnya. Payungnya macet dan tidak kunjung terbuka. Jtarr.....! Petir kembali menggelegar. Sontak aku menarik lengan Annabelle. Aku tidak mau mati gosong di padang rumput ini. Kami berlari sekencang-kencangnya melintasi padang rumput yang luas itu.
Setelah lelah berlari-lari kami berteduh di emperan sebuah toko buku tua. Kami berdiri berhimpitan dan menggigil. Tiba-tiba terdengar suara isakan. Ternyata Annabelle menangis. Aku menanyakan apa masalahnya dan dia berkata.
"Aku akan mendapat masalah besar," ia sesenggukan. "Bibi sangat tidak menyukai ini. Selama ini bibi juga diam saja melihat aku pulang terlambat beberapa menit. Ia pasti curiga. Bibi lebih mengerikan ketika marah setelah tidak mengacuhkanku cukup lama."
Annabelle tersedu-sedu lagi. Aku berusaha membujuk dan menenangkannya. Aku merangkulnya dan mengelus-elus kepalanya.
Setelah hujannya reda aku mengantarkannya pulang sampai rumah. Tepat ketika kami sampai di depan rumah Annabelle, bibinya membukakan pintu dengan ekspresi datar. Ia sama sekali tidak tampak akan beramah tamah padaku. Annabelle naik ke rumahnya sendiri, lalu aku berpamitan. Rasanya aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Annabelle.
***
Kemana Annabelle? Aku tidak melihatnya di mana pun. Dia tidak ada di mana pun. Tidak di sekolah, toko Downeys' Diamond, di padang rumput, sungai atau di tempat-tempat lain. Aku sudah pergi ke hampir semua tempat kecuali rumahnya. Sudah 2 minggu sejak terakhir kali aku melihatnya, sejak hari hujan itu.
Sekarang aku di gerbang rumah Annabelle. Aku tidak melihatnya. Besar kemungkinan bibinya yang jahat itu mengurungnya di rumah. Aku mengetuk pintu rumahnya dan menunggu seseorang membukakan pintu. Beberapa saat setelah itu, seorang pelayan membukakan pintu. "Ada yang bisa kubantu?" tanyanya.
"Apakah Annabelle ada di rumah?" tanyaku.
"Maaf, Nak, ia baru saja pergi. Ada pesan atau titipan untuknya?"
Tanpa menjawab pertanyaan si pelayan aku bertanya lagi, "Apa kau yakin Annabelle telah pergi?"
Pelayan itu mengernyit, lalu menjawab lagi. "Tentu saja. Kalau kau ingin tahu ia ke mana, ia sedang ke pasar untuk membeli lobak. Ada lagi?"