"Titip buat Nara," Arian berkata pelan sambil mengulurkan sebuah kotak berpita ungu. Aku masih terdiam lalu menatapnya dengan beribu pertanyaan.
"Jangan bingung. Cukup kasih ini buat Nara," ia mengulangi dan meletakkan kotak itu di atas pangkuanku.
Aku tahu ini pertanda yang tidak baik. Sejak hujan di sore hari itu, aku mulai merasakan ada sesuatu. Aku selalu mencoba membaca tapi tidak pernah bisa. Tiba-tiba semuanya terjawab di hari ini. Pertemuan terakhirku dengan Arian di sore hari berteman gerimis. Aku sakit mendengar kenyataan bahwa dia harus pergi. Arian memelukku erat. Dia harus pergi karena untuk kebaikannya. Sejak tinggal bersama Kakek setelah kedua orangtuanya meninggal, ia sudah bisa menebak bahwa Kakek tidak mungkin sanggup membesarkannya di usia renta. Arian akan pergi. Aku akan kehilangan Arianku. Sahabat terbaik dan cinta pertamaku. Di sore itu aku tidak mampu berkata apa-apa. Menangis pun tidak. Aku bahkan tak membalas pelukannya. Aku hanya merasa tiba-tiba semangatku menghilang entah ke mana.
Esok harinya, aku bertemu Nara. Aku ceritakan apa yang harus kusampaikan pada Nara dan juga kotak berpita ungu itu. Nara memelukku sambil menangis. Aku berusaha menguatkan. Entah mengapa Arian pun tidak pernah membicarakan sebelumnya dengan Nara. Semuanya terjadi tiba-tiba.
Aku kehilangan Arian. Hujan hari ini tanpa Arian adalah sebuah kekosongan. Aku rindu Arian. Sore itu aku duduk di halte sendiri sambil menunggu hujan reda. Aku buka tas ranselku untuk mengambil tempat air minum. Tiba-tiba aku menemukan sebuah surat terselip di antara buku yang memang tidak pernah aku buka. Di dalam surat itu tertulis namaku.
Untuk Malika,
Maaf ya, gue tiba-tiba pergi.
Terima kasih udah jadi sahabat terbaik gue selama dua tahun ini.
Gue tahu perasaan lo ke gue, Ka. Terima kasih untuk perasaan lo itu.
Kalau suatu hari kita ketemu lagi, berarti kita memang berjodoh.
Dan gue gak akan membohongi diri gue lagi, Ka.
Gue bawa Diary Cokelat lo buat jadi kenangan gue.
See you soon.
Arian.
Aku menangis. Itu tangisan pertamaku setelah Arian menghilang dari hidupku. Aku peluk sepucuk surat dari cinta pertamaku. Aku masih bisa berharap. Berharap tentangnya, sudah jadi keseharianku sejak kisahku dan Arian dimulai, dan aku akan terus menyimpannya.
***
(Ratih Sukmaning Tyas, foto: weheartit.com)