Firasat Maya

By Astri Soeparyono, Minggu, 17 Juni 2012 | 16:00 WIB
Firasat Maya (Astri Soeparyono)

            "Saya yang beliin, ya? Maya mencoba menawarkan diri.

            "Enggak usah."

            "Enggak mau terima pemberian dariku lagi?"

            "Bukan begitu. Kemarin Harry Potter, kamu yang beliin. Biografi Valentino Rossi juga kamu yang beliin."

            "Itu kan kado ulang tahun."

            Maya tersentak di akhir kalimatnya. Bulan kemarin, Dimas baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 17. Sebenarnya bukan perayaan, hanya sekedar peringatan dan juga tanda syukur dengan umurnya yang bertambah. Tak ada kue tart, tak ada lilin menyala. Dimas hanya meminta Maya  dan Ryan menemani untuk sebuah perjalanan yang disebutnya Long March.

            Padahal perjalanan itu terlalu pendek untuk disebut Lung March, bahkan lebih tepat disebut sebagai Wisata Iman. Bagaimana tidak, berangkat dari rumah Dimas selepas Shalat subuh, menuju Masjid Agung untuk shalat Dhuha sekaligus sujud syukur atas limpahan rahmat serta umur yang masih dinikmatinya, lalu lanjut dengan perjalanan menuju Masjid PLN. Dia dan Sandi shalat Dhuhur berjamaah. Dimas yang mengimami. Dalam perjalanan pulang, shalat Ashar di sebuah masjid sederhana di daerah Manahan, lalu Maghrib di Sumber dan Isya di Pabelan.

            Diakui Maya, Dimas adalah sahabat yang terkadang puny aide yang bukan saja unik tapi juga controversial. Seolah diam yang dinikmatinya dipergunakan untuk ide-ide cemerlang, dan untuk berdoa.

            Masihkah ada Dimas untuk hari-hari esoknya? Maya gamang. Bingung kembali merajai. Dia takut, ide ulang tahun kemarin adalah ide controversial yang terakhir dari Dimas. Dia ragu, bisa memberi kembali kado ulang tahun untuk Dimas. Tiba-tiba seluruh isi perpustakaan mini di kamarnya, hadir di pikirannya. Buku-buku novel dan komik-komik, dan ensiklopedia dan banyak lagi, semua akan dipersembahkan untuk Dimas. Dia berharap, itu bisa menjadi surprise terakhir untuk seorang sahabat sejati seperti Dimas.

***

            "Lho kok?"

            Bibir Dimas membulat ketika Maya tiba di rumahnya dengan semua buku perpustakaan pribadinya.