Choco

By Astri Soeparyono, Rabu, 6 Juni 2012 | 16:00 WIB
Choco (Astri Soeparyono)

Siapa sih yang enggak suka sama cokelat? Apalagi aku. Buat aku, cokelat sudah jadi makanan pokok. Walaupun sudah makan nasi sampai kenyang, tapi kalau belum nyomot cokelat sebiji saja, lidahku kerasa gatal saja gitu.

Biarpun orang tua sudah bilang jangan banyak-banyak makan cokelat, aku enggak peduli. Yang penting lidahku enggak kerasa gatal saja. Mama bilang: Nuna, jangan banyak-banyak maem cokelat entar giginya rusak, ompong, rongak, bolong, banyak tambalan, enggak ada cowok yang mau sama kamu. Cowok-cowok mikir, macarin cewek yang banyak makan cokelat kayak kamu, pasti jigongnya juga enggak kalah banyak, bejibun,

Bete. Kayak anaknya enggak pernah sikat gigi aja. Nih putih, bersih, wangi lagi! Jigong gak berani parkir, deh! Lagian pasti ada cowok yang mau menerima aku apa adanya.

Tapi sih Papa nambah; Nun, kalau kamu kebanyakan makan cokelat, nanti susah cari kerja, jaman sekarang, nyari kerja gigi juga jadi pertimbangan lho! Kalau kamu nanti jadi resepsionis, giginya kuning, bau, jigongnya enggak mau digusur, enggak ada yang berani nanya ke kamu sebagai resepsionis. Baru saja ada orang mau naya, bau mulut kamu yang jamuran itu sudah merajalela di semua ruangan kantor. Belum lagi pada takut kehujanan jigong kamu,'

Yee! Ini lagi sih Papa. (dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada para pembaca) masak iya sih mau anaknya paling "puool!' jadi resepsionis? Jadi artis ngetop kek, model, penyanyi, penulis best seller, atau yang sedang saja deh, anggota legislative atau duta besar begitu? (ngarepnya.. he-he-he...)

Yah! Begitulah lika-liku kehidupanku untuk selalu senantiasa bersama sang kekasih gigi: cokelat.

***

Pagi. Sekolah masih sepi. Di kelas Cuma ada Galih sama Fahmi lagi baca-baca majalah. Haduh, enaknya ngapain ya? Pengin makan cokelatnya sekarang, tapi berarti nanti istirahat, aku keluar duit lagi buat beli jajanan. Kan rencananya duit jajan mau ku hemat buat beli cardigan baru. Cardigan lama sudah mulai enggak pe-we.

"Oi Nun, sini deh" panggil Fahmi yang lagi duduk bareng Galih di sudut kelas.

            "Pa'an?" tanggapku cepat.

            "Sini!" panggilnya lagi.

            "Pa'an dulu? Majalah porno ye? Mau nunjukin ke gue? Makasih deh.." pikirku spontan.