Tubuhnya dipenuhi peluh dan dia tersenyum begitu kami berhadapan.
"Kutunggu di Banaran pulang sekolah nanti," sebutnya pada café yang biasanya menjadi tongkrongan anak-anak sepulang sekolah.
Begitu saja, lalu dia pergi dari hadapanku, setengah berlari menghampiri teman-teman yang ikut pertandingan tadi.
Kupandangi punggungnya dan balik kacamataku. Perasaanku datar. Syukurlah! Aku tidak mau ada yang lain di hatiku.
Mulanya aku ragu untuk memenuhi ajakannya. Tapi saat sudah kupijakkan kaki di Banaran, aku jadi lebih mantap menemuinya.
Ada hal harus kita tahu. Aku telah mengetahui bagaimana rasanya terhempas dari mimpi, maka aku tidak ingin melukai orang lain. Paling tidak dengan pergi menemuinya bisa membuatnya lega.
Aku duduk dihadapannya.
"Mau pesan apa?" tanyanya.
"Apa saja," jawabku asal.
"Jus jeruk saja ya? Kamu suka kan?" Dia menyebut minuman kesukaanku. Membuat aku sadar dia telah memperhatikanku.
Dia mulai bicara soal pelajaran, guru-guru dan apa saja bisa dijadikan bahan pembicaraan. Kutanggapi dengan sikap seperti biasa kalau sedang berbincang dengan teman lain. Hingga akhirnya dia mengatakan perasaannya.
"Aku menyukaimu, Anti."