Dewi ‘Dee’ Lestari Ungkap Masa Kecil dan Remajanya. Ternyata Dee juga Pernah Ngerasa Enggak PD!

By Natalia Simanjuntak, Kamis, 22 Februari 2018 | 06:04 WIB
foto: Instagram Dewi Lestari (Natalia Simanjuntak)

Prestasi Dewi ‘Dee’ Lestari di bidang menulis emang udah enggak perlu diragukan lagi nih, girls. Siapa sih yang enggak tahu karya yang udah dilahirkan oleh penulis yang satu ini? Sebut aja serial Supernova, Rectoverso, Perahu Kertas, Madre, dan masih banyak lagi.

Tapi masih banyak kan yang enggak tahu gimana perempuan kelahiran 20 Januari 1976 ini menghabiskan masa remajanya? Apa sosok Dee juga pernah ngerasa insecure sama dirinya kayak kita? Gimana cara Dee untuk melewati itu semua?

Yuk simak Dewi ‘Dee’ Lestari yang mengungkap masa kecil dan remajanya. Ternyata Dee juga pernah ngerasa enggak PD!

“Saya suka menulis sejak kecil. Seingat saya, dari kelas 5 SD saya sudah mulai membuat novel-novelan. Waktu remaja, SMP-SMA, saya juga suka menulis, tapi tidak terlalu serius karena saat itu saya lebih fokus ke musik.

Waktu kecil hingga remaja saya banyak membaca buku-buku Enid Blyton, komik drama Jepang, dan sedikit-sedikit mulai menyukai puisi.”

Banyak orang yang enggak tahu kalau sejak tahun 90an Dee sudah aktif mengirim tulisannya ke berbagai media cetak. Salah satu cerpennya berjudul "Sikat Gigi" pernah dimuat di buletin seni terbitan Bandung, Jendela Newsletter.

Dan di tahun 1993, cerpen yang ditulis Dee memenangkan juara pertama di ajang perlombaan yang diselenggarakan oleh majalah Gadis. Tiga tahun berikutnya, ia menulis cerita bersambung berjudul "Rico the Coro" yang dimuat di majalah Mode.

Ternyata sejak kecil pula sudah banyak orang yang mendukung hobi menulis Dee ini. Bahkan ia mengatakan kalau keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya menjadi pembaca pertama cerita-cerita yang digubah olehnya saat itu.

Meski begitu, baik Dee maupun orang-orang terdekatnya enggak menduga kalau nantinya hal ini akan menjadi profesinya kelak.

“Semuanya menyambut positif bahkan kegandrungan dengan cerita yang bikin. Tapi, mereka pun tampaknya tidak membayangkan bahwa menulis akan menjadi profesi saya kelak.

Saya juga saat itu tidak terbayang ke arah sana. Yang saya tahu hanya saya suka menulis dan berangan-angan satu hari nanti menerbitkan buku.”

Dee juga menyebutkan bahwa sang ibunda lah yang menjadi salah satu supporter terbesar dalam perjalanan karier Dee menjadi seorang penulis.

“Salah satu supporter terbesar saya adalah ibu saya sendiri. Dulu, beliau yang meyakinkan saya bahwa saya punya bakat menulis.”

Surprisingly, sama seperti kita, ternyata perempuan yang juga jago menyanyi dan menulis lagu ini juga pernah ngerasa enggak percaya diri dengan tubuhnya lho.

Hebatnya, Dee enggak memfokuskan diri pada apa yang ia rasa menjadi kekurangannya itu. Justru dia berhasil keluar dari insecurity-nya dan menciptakan karya-karya yang positif.

Tentu saja saya pernah ngerasa insecure. Pernah jerawatan, pernah merasa kurang kurus, pernah merasa kurang modis, dan sebagainya. Untungnya, karena saya terlibat cukup banyak di kegiatan lain, soal penampilan tidak pernah jadi fokus saya terus menerus.

Lalu menurut Dee apa saja ya hal utama yang seharusnya dimiliki oleh seorang perempuan khususnya di Indonesia supaya bisa berhasil mewujudkan mimpinya seperti Dee Lestari?

“Kita harus tetap memelihara rasa ingin tahu, ingin belajar. Menurut saya itulah modal besar untuk seseorang bisa maju, terlepas gendernya apa. 

 Itulah modal terbesar untuk kita mencapai potensi terbaik kita kelak.”

Belajar dari Dee lestari, ternyata kecintaan kita terhadap sesuatu itu belum cukup untuk menjadi modal menggapai cita-cita nih, girls. Lebih jauh lagi, seharusnya kita terus mengasah apa yang menjadi passion kita supaya setiap hari makin baik lagi.

Kalau akhirnya kemampuan kita sudah berkembang, kita akan jauh lebih siap untuk menyambut setiap tantangan dan kesempatan yang ada di depan mata. Jadi, tetap semangat ya!