Cewek Ini Pernah Mencoba Bunuh Diri karena Stres Akibat Terlilit Utang

By Natalia Simanjuntak, Jumat, 21 Juli 2017 | 02:00 WIB
foto: fox5sandiego.com (Natalia Simanjuntak)

Menurut penelitian, generasi milenial (kelahiran 1980-awal 2000) memang cenderung lebih konsumtif daripada generasi sebelumnya.

Kemudahan transaksi jual beli di zaman modern membuat kita gampang terlena dan kalap membeli segala sesuatu.

Makanya, enggak jarang di usia yang baru 20 tahunan, banyak millennials yang berutang ke bank.

Ini juga yang dialami oleh Michel (21), ia pernah jatuh dalam tumpukan hutang yang enggak sanggup ia bayar sampai akhirnya depresi dan kepikiran buat mengakhiri nyawanya.

Untuk tahu lebih lanjut, yuk simak cerita Michel, cewek yang pernah mencoba bunuh diri karena terlilit utang berikut ini.

“Gue selesai kuliah di umur 20 tahun, masih bener-bener muda dan belum punya pengalaman kerja.

Habis itu gue langsung diterima kerja di sebuah perusahaan media.

Gue kira pekerjaan gue bakal asik-asik aja tuh, soalnya gue emang dari dulu suka nulis dan nyari informasi terkini.

Tapi ternyata gue salah, buat gue, beban pekerjaan yang diberikan benar-benar berat.

Bayangin, tiap hari gue mesti menghasilkan 10 artikel dengan tema yang berbeda dan tetap harus liputan lapangan.

Gimana caranya coba gue bisa nulis sebanyak itu sambil liputan di lapangan?

Yang lebih bikin gue tertekan, atasan gue enggak pernah ngasih apresiasi sedikit pun.

Sekedar ‘thank you’ aja enggak, yang ada gue selalu dikritik meskipun udah ngerasa memberikan effort yang maksimal.

Dan karena selalu ada di lapangan, gue jadi jarang bisa bergaul sama sesama reporter di kantor.

Jadi enggak ada deh suasana nyaman dan perasaan seperti berada di rumah.

Yang ada tiap hari gue stress tanpa bisa berbuat apa-apa.

Jadi, pas pertama kali gajian, gue merasa perlu untuk menghadiahi diri sendiri.

Mulailah gue membelanjakan gaji gue untuk beli barang-barang yang gue inginkan, meski sebenarnya enggak perlu-perlu amat.

Saat itu gue mikir, gak apa-apa lah kalau emang enggak bisa bahagia sama kerjaan, at least pas belanja gue ngerasa terhibur.

Itu awalnya, gue melampiaskan rasa depresi, kelelahan, dan kekesalan gue dengan belanja gila-gilaan.”

“Di bulan pertama dan kedua, keuangan gue masih fine-fine aja.

Tapi perilaku konsumtif gue ini lama-lama mulai berubah jadi suatu kecanduan.

Gue jadi enggak bisa mengontrol diri buat beli sesuatu.

Apapun yang bisa bikin gue senang bakal gue beli.

Akhirnya di bulan-bulan berikutnya, tagihan kartu kredit gue bertambah.

Gue mulai mencicil laptop, handphone, speaker, tas, sepatu, dan banyak hal lainnya.

Padahal saat itu gue masih harus ngebiayain kontrakan, transport ke kantor, dan lain sebagainya.”

“Kemudian pemberitahuan dari Bank datang.

Angka yang tertera sukses bikin gue keringat dingin saat itu juga.

‘Gila, do I have to pay this much?! I must be crazy!’

Saat itu enggak habis-habisnya gue mengutuki diri sendiri.

Jumlah yang harus gue bayar bener-bener melebihi apa yang bisa gue hasilkan.

Gue benar-benar bingung gimana caranya buat nanggung itu semua.

Akhirnya, gue cuma bisa bayar jumlah minimumnya aja.

Tapi konsekuensinya, bunga untuk cicilan bulan berikutnya jadi makin besar dan terus membengkak (fenomena bola salju).”