Isu bunuh diri pada remaja menjadi premis utama serial TV yang sedang ramai diomongin saat ini, Thirteen Reasons Why.
Serial TV yang diangkat dari novel berjudul sama ini bercerita tentang Hannah Baker, seorang siswa SMA yang mengalami depresi sehingga akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.
Sebelumnya, Hannah membuat rekaman kaset sebanyak tiga belas buah yang ditujukan kepada orang-orang yang dia anggap menjadi penyebab dirinya bunuh diri.
Serial TV yang tayang di Netflix ini pun ramai menjadi bahan pembicaraan. Mengingat isu yang diangkat memang sensitif banget.
Ada yang menganggap kalau cerita ini terlalu meromantisasi tragedi. Atau bahkan mendorong orang lain berpikir kalau sah-sah saja untuk bunuh diri ketika mengalami masalah, seperti yang dilakukan oleh Hannah.
Sebelum diangkat jadi serial TV, novel Thirteen Reasons Why juga pernah dilarang beredar di sekolah-sekolah di Amerika dengan alasan yang sama.
Namun sebenarnya ada nilai lain yang ingin disampaikan oleh Thirteen Reasons Why. Yaitu agar kita jadi semakin peduli dengan depresi yang melanda remaja karena ini menjadi salah satu pemicu seseorang untuk bunuh diri.
“Isu bunuh diri ini memang bikin enggak nyaman untuk diomongin. Tapi ini terjadi, sehingga mau enggak mau kita harus membahasnya. Malah, justru akan berbahaya kalau enggak diomongin,” ujar Jay Asher, penulis novel ini.
(Pikiran untuk bunuh diri itu sering muncul tapi sayangnya dianggap remeh. Baca fakta lengkapnya di sini)
Pentingnya Bicara
Dalam serial ini diceritakan kalau Hannah memendam sendiri masalah yang dia alami. Termasuk ketika dia mengalami bullying oleh teman sekolah dan menjadi korban kekerasan seksual.
Berangkat dari kasus Hannah, kita seakan disadari akan pentingnya mencari bantuan. Salah satunya adalah dengan membicarakan masalah, sekecil apapun, dengan orang lain. Misalnya orangtua.
Stem Cell, Terobosan Baru Sebagai Solusi Perawatan Ortopedi Hingga Cedera Olahraga
Penulis | : | Ifnur Hikmah |
Editor | : | Ifnur Hikmah |
KOMENTAR