Karena itu, pernikahan bukanlah hal sepele yang bisa kita putuskan dalam waktu sesaat. Terlebih di usia remaja, ketika seharusnya pernikahan bukan menjadi hal yang seharusnya menyita perhatian kita.
Remaja merupakan saatnya kita mencari identitas diri, saatnya memahami dan mengenal siapa diri kita yang sebenarnya. Karena itu, sudah seharusnya kita memanfaatkan masa ini untuk benar-benar memahami dan bisa mengerti diri kita sepenuhnya.
“Di usia remaja, itu saatnya kita mengerti strength dan weakness yang kita miliki. Dengan memahami kekuatan, itu artinya kita bisa mengembanhkannya sehingga kita pun tumbuh menjadi individu yang independen,” jelas Vera.
Atau dengan kata lain, usia remaja itu saatnya kita belajar dan mengembangkan potensi diri, bukan menikah.
Dan sebagai seorang individu, kita berhak menolak jika dipaksa untuk menikah. “Pernikahan usia anak adalah pelanggaran terhadap hal anak. Hal ini sanagt memengaruhi anak perempuan dan membahayakan kehidupan serta mata pencaharian mereka. Dengan melindungi anak perempuan dari perkawinan usia anak, mereka akan memiliki kesempatan bertahan dan berkembang jadi lebih baik,” jelas Gunilla Olsson, Kepala Perwakilan UNICEF, seperti dikutip dari jurnas.com.
Seperti Sanita Rini, yang menolak dengan tegas ketika akan dinikahkan oleh orangtuanya ketia dia berusia 13 tahun. Baca cerita soal Sarita selengkapnya di sini.
Kalau kamu, bagaimana pendapatmu tentang pernikahan dini ini?