Di era digital saat ini, anak muda dilabel sebagai ‘kids zaman now’ yang sering dikaitkan sama aksiaksi lucu yang viral di media sosial.
Enggak sebatas stereotype, para anak muda kini juga harus berjuang menghadapi arus pasar global yang disebut-sebut memasuki era 4.0.
Pasca-reformasi politik yang diusung mahasiswa pada 1998, enggak bisa dipungkiri generasi muda dibiarkan tumbuh besar tanpa sebuah narasi kepemudaan.
Sebuah narasi yang menempatkan mereka sebagai subyek perubahan bukan sebatas obyek.
Nah akibatnya, arus konservatisme yang sedang 'tren' pun menjadi konsumsi para 'kids zaman now'
Kebinekaan yang diusung oleh pemuda-pemudi masa lampau mengalami sebuah ujian besar.
Generasi muda sebagai penentu tren
Berbagai hasil riset sosial maupun marketing kini menempatkan generasi muda sebagai prioritas utama.
Karena sejak percepatan adopsi media sosial serta smartphone pada tahun 2013, anak muda selalu memiliki peran yang besar banget untuk menentukan sebuah tren.
Secara spesifik, generasi muda penentu tren itu merentang pada usia 17-25 tahun.
Pada rentang usia tersebut, seorang anak muda dapat mengambil aspirasi dari usia yang lebih muda dan juga bisa mempengaruhi usia yang lebih tua.
Tanpa banyak disadari, anak muda tetap menjadi jadi 'aktor utama' dalam laju perubahan.
Laju perubahan tersebut akan semakin menguat ketika Indonesia memasuki masa bonus demografi, yaitu peristiwa demografi di mana usia produktif antara 15 hingga 64 tahun melebihi kelompok usia belia dan lansia.
Bonus demografi diprediksi akan mencapai puncaknya pada tahun 2028 hingga 2035.
Pada masa itu, jumlah penduduk berusia muda akan melimpah.
Penulis | : | Siti Fatimah Al Mukarramah |
Editor | : | Siti Fatimah Al Mukarramah |
KOMENTAR