Kepemimpinan dalam berbagai lini kehidupan pun akan mulai secara perlahan diduduki oleh generasi muda sebagai sebuah konsekuensi demografis.
Maka dari itu, penanaman nilai-nilai serta idealisme di usia muda merupakan investasi penting yang perlu dipikirkan saat ini.
Musik sebagai sarana buat tunjukkan empati
Pada saat konggres Pemuda II, W.R. Supratman masih berusia sekitar 25 tahun.
Dengan empat senar biolanya ia berhasil menyentuh batin para peserta konggres untuk mengesampingkan perbedaan, menyatukan keinginan, serta mengukukuhkan imajinasi akan komunitas baru bernama Indonesia.
Sejalan dengan itu, Ernest Renan seorang filsuf terkemuka dari Perancis mengatakan dalam bukunya Qu’est-ce qu’une nation (apa itu sebuah bangsa), bahwa bangsa baru akan berdiri ketika terdapat keinginan besar untuk hidup bersama, dan ketika seluruh yang terlibat telah berhasil melepaskan berbagai identitas premordial mereka.
Baca Juga: Punya Kebiasaan Minum Teh Setelah Makan? Waspada Bahaya Ini Akan Mengintai Tubuh Kita!
Merenungi kembali kiprah pemuda-pemudi di era revolusi kemerdekaan, kita akan menyadari bahwa para pemuda-pemudi ini telah berhasil untuk melepas segala bentuk fanatisme, etnosentrisme, dan egosentrisme mereka demi Indonesia.
Mereka adalah aktor utama dibalik semangat keberagamaan.
Pop Culture, yang kini menjadi bahasa utama generasi muda dalam berekspresi, juga merupakan sebuah kultur yang merayakan keberagaman.
Musik sebagai bagian dari kultur populer, tetap menjadi medium paling kuat dalam menyuarakan keberagaman.
Berbagai temuan terkini dalam bidang neurosains mendukung hal tersebut, yaitu bahwa musik dapat mengoptimalkan berbagai simpul bagian otak manusia yang berhubungan dengan empati
Penulis | : | Siti Fatimah Al Mukarramah |
Editor | : | Siti Fatimah Al Mukarramah |
KOMENTAR