Aktivisme pemuda-pemudi abad 21
‘Kids zaman now’ telah kembali menjadi pemuda-pemudi sebagaimana pada era revolusi kemerdekaan.
Di luar dugaan, di tengah terpaan konsumerisme dan konservatisme, generasi muda Indonesia kembali menunjukkan sifat filantropis (meluangkan waktu dan tenaga untuk memikirkan permasalahan kemanusiaan).
Hal tersebut kita saksikan bersama-sama ketika generasi muda Indonesia kembali mengekspresikan aktivisme di ruang publik pada September hingga Oktober 2019 untuk mencabut revisi UU KPK.
Generasi muda telah kembali ke akar identitasnya sebagai ‘pemuda-pemudi’.
Mereka tengah meneruskan tongkat estafet imajinasi Indonesia, bahkan mengimajinasikan ulang ke-Indonesia-an kita.
Aktivisme akan menjadi tren baru bagi generasi muda di awal dekade ini. Aktivisme yang berpadu dengan kreativitas dan aktivisme yang lebur dengan musik serta seni pertunjukkan.
Permasalahan intoleransi yang berkembang di tengah masyarakat serta menghantui kebinekaan kita sebenarnya bisa diselesaikan dengan pendekatan terbaik apabila generasi muda diberikan ruang untuk berperan.
Salah satunya melalui musik sebagai medium empati yang paling jitu. Intoleransi enggak tepat dilawan dengan berbagai larangan-larangan yang bersifat baku.
Karena hal tersebut udah enggak sejalan sama nilai kultur populer di abad ke 21 ini.
Jadi, selamat mengambil peran ya, girls! (*)
Baca Juga: Enggak Harus Kebaya, Ini 5 Model Tunik Mewah Buat Dipakai Hijabers Saat Kondangan. Elegan!
Artikel ini ditulis oleh Dr. Muhammad Faisal, Penulis Buku 'Generasi Kembali ke Akar' dan telah tayang di Kompas.com dengan judul: Intoleransi Mengancam, Generasi Muda Bertindak
Penulis | : | Siti Fatimah Al Mukarramah |
Editor | : | Siti Fatimah Al Mukarramah |
KOMENTAR