Beberapa orang mungkin akan men-cancel dan berhenti memakai brand atau layanan tersebut dan mencari alternatif lain.
Sedangkan kasus 'canceling' orang biasanya dilakukan dengan cara unfollow, mute, block, hingga melaporkan profil dan kontennya agar dihapus dari platform.
Baca Juga: 5 Kartun Tentang Pertemanan Sejati yang Wajib Ditonton Remaja!
Benar atau Salah?
Jadi, ketiga budaya tersebut sesungguhnya benar atau salah untuk dilakukan, nih?
Secara positif, call-out culture dan cancel culture bisa disebut sebagai bentuk demokrasi di media sosial ketika setiap orang punya platform, suara, dan hak untuk mengungkapkan kegusaran mereka atau meminta pertanggungjawaban.
Namun, hal ini juga menjadi pedang bermata dua yang pemakaiannya bisa dengan mudah disetir untuk mendiskreditkan suatu pihak secara massal dan melakukan public shaming atau mempermalukan seseorang di muka umum.
Awalnya cancel culture sendiri hanya sebuah fenomena lazim di media sosial dan enggak banyak membawa konsekuensi bagi pihak yang 'dibatalkan', terutama karena orang yang enggak mengikuti kasusnya atau enggak menggunakan media sosial pun enggak bakal tahu yang terjadi dengan sosok kontroversial itu.
Tapi belakangan ini, cancel culture juga membawa dampak nyata!
Seperti contohnya pembatalan kontrak brand untuk Lea Michele akibat dirinya dituding rasis, atau saat YouTuber Ferdian Paleka di-call out di media sosial akibat tayangan prank-nya terhadap kawan-kawan transgender sehingga media massa turut membesarkan kasus tersebut dan berbuntut pada penahanan dirinya di penjara oleh polisi.
Jadi, selama call-out dan cancel culture dilakukan sebagai alat perubahan positif dengan tujuan dan alasan yang jelas, hal tersebut enggak ada salahnya untuk dilakukan.
Tapi kalau cuma untuk mengungkit masa lalu yang sebetulnya sudah enggak dilakukan lagi atau sudah diklarifikasi, apalagi dengan tujuan kebencian semata, rasanya enggak perlu deh, girls.
Alih-alih calling out, sebetulnya kita bisa mencoba menegur dan memberitahu seseorang atas kesalahannya secara personal dulu, kok.
Kalau memang orang tersebut enggak merespon atau ngotot bahwa dirinya benar, barulah kita bawa permasalahannya ke muka umum dan sewaktu-waktu bisa kita akhiri jika yang bersangkutan telah meminta maaf dan berjanji untuk enggak melakukan hal itu lagi.
Tapi kalau setelah itu orang tersebut malah makin keras kepala, semua kembali pada diri dan nilai moral kita sendiri untuk men-'cancel' orang tersebut.
Ingat untuk selalu bijak dalam bermedia sosial dan bergaul dengan orang lain ya, girls.
(*)
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Indah Permata Sari |
KOMENTAR