CewekBanget.ID - Girls, kira-kira apa saja sih, yang terbersit di benak kita kalau bicara tentang pengalaman #PowerUpRamadhan di Indonesia?
Mungkin kita semua akan sama-sama berpikir tentang budaya ramai-ramai membangunkan sahur, berkeliling mencari takjil, enggak sabar menanti azan Maghrib berkumandang, hingga momen bukber alias buka puasa bersama, yang dua tahun ini terpaksa enggak kita lakukan akibat pandemi COVID-19.
Tapi kalau kita menjalani puasa di luar negeri, pasti bakal lain ceritanya, deh.
Nah, mending kita kepoin pengalaman teman-teman yang pernah dan sedang menjalani puasa di luar negeri berikut ini, yuk!
Baca Juga: Susah Banget Kebangun Buat Makan Sahur? Gini 5 Cara Mengatasinya!
Waktu Puasa Lebih Panjang
Kalau di Indonesia yang merupakan negara tropis, biasanya kita menjalani puasa selama kira-kira 12-13 jam, dengan matahari yang mulai terbit sekitar pukul 04:30 dini hari hingga saat matahari tenggelam sebelum pukul 18:00.
Tapi hal ini rupanya berbeda kalau di negara lain lho, terutama negara dengan 4 musim.
"Yang pertama beda sih waktunya ya, tahun lalu tuh berasa banget panjangnya," ungkap Anantya, mahasiswi yang saat ini sedang berkuliah di Jepang, saat dihubungi pada Selasa (13/4/2021). "02:45 aku udah imsak, tapi bukanya baru 18:30."
Hal serupa juga dikatakan oleh Mutia, yang telah menetap di Busan, Korea Selatan sejak 2015 dan bekerja di sana sampai sekarang.
"Kalau kesulitan gitu alhamdulillah enggak ada ya. Palingan karena perbedaan waktu aja. Soalnya mostly puasanya pas summer jadi waktunya panjang," jelas Mutia pada Rabu (14/4/2021). "Rata-rata dari jam 3 subuh sampai jam setengah 8 malam."
Sementara itu, pengalaman berpuasa di tengah musim panas juga disampaikan oleh Ut, yang pernah menempuh kuliah selama satu semester di Yordania.
"Lama puasanya kalau enggak salah ingat dari jam 4 (pagi) - 7 (malam) atau setengah 8-an (malam) gitu deh," katanya.
Puasa Sendirian Hingga Menemukan Keluarga 'Baru'
Tentunya yang berbeda antara puasa di Indonesia dan di sebagian negara lain adalah pengalaman berpuasa di tempat dan lingkungan sosial yang mayoritas penduduknya enggak menjalani ibadah puasa Ramadan.
Hal ini dialami oleh Fafa, yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa ke Jeonju, Korea Selatan pada tahun 2016 dan harus menjalani puasa di negara tersebut sendirian.
"Aku dulu orang Indo sendiri di kampus setahu aku, terus aku enggak kenal beberapa orang yang dari negara Muslim (dan aku juga enggak tahu deh mereka practicing apa enggak)," kata Fafa pada Selasa (13/4/2021) saat dihubungi lewat Twitter, "Jadi basically puasa sendirian."
Sedangkan Anantya, yang kuliah di Jepang sejak September 2019, mengaku baru tahun ini menemukan teman-teman sesama Muslim yang juga menjalani ibadah puasa Ramadan.
"Alhamdulillah tahun ini ada beberapa teman yang datang sekolah juga baru tahun ini dan Muslim, jadi kemarin akhirnya sempat bisa tarawih ramai-ramai (bertiga)," kata Anantya.
Baca Juga: Susah Banget Kebangun Buat Makan Sahur? Gini 5 Cara Mengatasinya!
Pengalaman berbeda dirasakan oleh Nadira, yang sempat berkuliah di Jepang selama 4 tahun sebelum akhirnya pulang ke Indonesia pada November 2020.
Pada Februari 2020, Nadira yang semula berniat singgah 2 minggu saja di Tokyo untuk magang dan pulang saat bulan Ramadan akhirnya malah harus menjalani puasa sendirian di ibu kota Jepang tersebut akibat lockdown saat pandemi COVID-19 merebak.
Ia pun berpuasa dan menginap di rumah temannya yang merupakan orang Jepang di Tokyo.
"Awalnya sedih banget enggak bisa pulang puasa, mana jauh dari teman-teman kosan dan kuliah yang orang Indonesia juga," ungkap Nadira saat dihubungi pada Rabu (14/4/2021), "Nangis terus awalnya, gimana ya enggak kebayang puasa yang benar-benar sendirian."
Untungnya, sang teman dan keluarga yang menampungnya selama di Tokyo memperlakukannya dengan sangat baik dan hangat, bahkan mereka memahami kebutuhan Nadira selama menjalani puasa Ramadan.
"Jadi ya walaupun awalnya kesepian dan sedih banget, tapi menemukan kebahagiaan kecil di tengah itu semua selama Ramadhan," kata Nadira, "Dan benar-benar orang baik ada aja ya, aku sampai menemukan keluarga baru."
Baca Juga: Urutan Golongan Darah yang Susah Mengontrol Emosi. Harus Lebih Sabar di Bulan Puasa!
Sahur dan Berbuka Puasa: Kangen Ngabuburit!
Cerita teman-teman yang menjalani puasa di luar negeri juga berlanjut pada pengalaman masing-masing saat sahur dan berbuka puasa.
Menurut Fafa, saat ia menjalani puasa di Korea Selatan, santapan sahurnya biasanya berupa cup ramyeon, makanan instan, atau menu makan malam dari kafetaria di asramanya.
"Jadi cafeteria-nya bentuknya semiprasmanan kan, ada perintilan lauk yang dikasih sama petugasnya tapi nasi, kimchi, sama mungkin beberapa lauk tuh bebas ambil sendiri," jelas Fafa, yang juga menyayangkan enggak adanya teh manis panas buatan ibunya saat berpuasa di Jeonju.
Ia juga merasa cerita sahurnya selama berada di sana cukup berkesan, karena ia sering merasa takut mengganggu teman satu kamarnya yang enggak berpuasa kalau harus makan sahur menjelang dini hari.
Sementara itu, Nadira ingat bagaimana temannya yang seorang Jepang dan keluarganya selalu memperhatikan kebutuhannya untuk sahur dan berbuka puasa selama sebulan penuh.
"Jadi pas aku sahur, malamnya dimasakin makanan dulu sama ibunya (satu bulan full). Dan buka puasa, suka dibeliin takjil manis-manis kayak kue-kuean gitu, dan mereka tanya kalau buka puasa apa, dan dibikinin teh hangat segala," kenang Nadira.
Bahkan, mereka juga pernah memasak masakan Indonesia yang sedang diidamkan Nadira bareng-bareng. Seru banget!
"Sekali juga mereka nanya ngidam makanan apa, akhirnya pernah ramai-ramai masak martabak, soto betawi, sama soto biasa gitu haha, dengan bumbu terbatas pastinya," katanya.
Lain ceritanya dengan Anantya, yang kadang bukber secara virtual dengan teman-teman di Indonesia karena kangen.
"Beberapa kali sempat bukber virtual gitu sama teman-teman yang memang biasanya tiap tahun pasti bukber," kata Anantya.
Di sisi lain, Mutia yang telah lama tinggal di Korea Selatan merasa kangen dengan kebiasaan ngabuburit dengan mencari menu takjil dan berbuka puasa sore hari di Indonesia.
"Nah kalau di sini ya seadanya gitu makannya makanan Korea atau kalau mau makanan Indo jadinya beli ke restoran Indo atau masak sendiri," jelasnya, "Terus kalau janjian sama teman kadang mereka mau makan juga nungguin kita dapat notif shalat Maghrib dulu."
Sedangkan Ut mengatakan, budaya berpuasa Ramadan di Yordania lebih-kurang sama seperti di Indonesia, termasuk tradisi bukber yang terus dijaga oleh komunitas warga negara Indonesia di sana.
"Jadi kita tetap bukber antar komunitas Indo aja," kata Ut.
Menarik banget kan, pengalaman berpuasa di luar negeri teman-teman kita ini?
Masih ada lagi cerita tentang puasa di perantauan nih, jadi jangan lewatkan bagian keduanya nanti ya, girls!
(*)
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Salsabila Putri Pertiwi |
KOMENTAR