Berperilaku Buruk
Ingat, trauma bukan alasan bagi kita untuk berlaku buruk dan seenaknya terhadap orang lain!
Memang, trauma kerap menyebabkan kita merasakan amarah, kesedihan, kecemasan, kesulitan mempercayai orang lain, dan rendahnya kepercayaan diri.
Biasanya berbagai perasaan negatif ini kita rasakan pada tahap pertama dalam suasana berduka atau kesedihan.
Tapi ini bukan pembenaran atas sikap buruk yang mungkin kita lakukan kepada orang lain.
Kita mungkin terluka, tapi jangan sampai kita jadi monster gara-gara hal itu.
Dengan menyadari dan mengakui trauma dan perilaku toxic, kita akan lebih mudah beranjak dari tahap emosional tersebut dan menyongsong masa depan yang lebih tenang.
Menyakiti dan Menakuti Orang Lain
Kadang trauma dan pengalaman buruk membuat kita lebih mudah tersinggung dan marah kepada orang lain.
Di sisi lain, orang-orang juga belum tentu paham akan trauma yang kita alami, sehingga mereka bisa jadi sengaja atau enggak sengaja membawa sesuatu yang traumatis ke hadapan kita.
Tapi bukan berarti kita bisa sembarangan bersikap buruk dan memaksa orang lain untuk menyesuaikan keseharian mereka dengan trauma dan perasaan kita sendiri.
Baca Juga: Keisya Levronka Kunjungi Psikolog Lantaran Gagal Nada Tinggi, Trauma!
Hal itu akan meninggalkan kesan kalau kita mengatur-atur kehidupan orang lain dan akhirnya membuat mereka enggak nyaman saat bersama kita karena mereka enggak dapat menjadi diri sendiri.
Jangan sampai kita malah membuat orang lain menjadi enabler alias orang yang membiarkan perilaku buruk karena malas mengingatkan atau takut menyinggung pelaku.
Sebaliknya, kitalah yang harus berusaha sendiri untuk menjauhkan diri dari berbagai sumber risiko pemicu trauma.
(*)
Source | : | Thought Catalog |
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Salsabila Putri Pertiwi |
KOMENTAR