Sebenarnya bisa saja aku menghampiri Sandra yang sedang mengantri jauh di depan sana untuk meminta bantuannya. Akuakan berpura-pura baru datang dari toilet, mengatakan kepada yang lain bahwa aku telah mengantri di belakang Sandra sejak awal, lalu Sandra akan mengiyakannya dan voila! Aku bisa berdiri di antrian depan!
Hahaha, tenang saja.Aku tidak mungkin melakukan hal sejahat itu.Aku tahu bagaimana rasanya menjadi orang-orang yang dengan sabar mengantri, namun tiba-tiba seseorang 'menyelak' secara halus seperti itu. Aku tidak ingin melakukan hal itu karena aku juga tidak ingin diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Maka dengan sabar aku mengantri, melangkah sejengkal demi sejengkal dengan penuh harapan bisa mendapatkan barang satu buah tiket saja.
***
Satu jam berlalu sudah. Semburat-semburat merah mulai tampak di langit yang menjingga.
Aku masih duduk termenung di koridor dekat ruang OSIS, entah menunggu apa. Tiket sudah terjual habis 15 menit yang lalu, ketika antrian di depanku tinggal 5 orang.Miris?Memang.
Reva yang ternyata masih menungguku dengan setia sejak tadi, sekarang sibuk membujukku untuk pulang.
"Ne, pulang yuk? Hampir jam 6 loh. Nanti kalo gak ada angkot lagi, kita mau pulang naik apa?" bujuk Reva pantang menyerah."Jangan sedih gitu dong, Ne. Kamu harus sabar! Percaya deh, Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih baik untuk kamu."
Aku menarik nafas panjang lalu mengembuskannya perlahan.Setelah mencerna kata-kata Reva barusan, aku pun mengangguk.
***
Aku duduk menunggu di depan gedung auditorium sejak workshop ini di mulai 20 menit yang lalu. Kugenggam tabletku erat, berharap dapat bertemu dengan Chamaeleon ketika ia keluar nanti atau bahkan bisa mewawancarainya secara langsung.
15 menit..... 30 menit..... hingga1 jam pun berlalu.
Percaya atau tidak, aku hampir saja tertidur jika lagu American Idiot dari Green Day tidak mengalun keras dari earphoneyang terpasang di telingaku.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR