Nino mendengus membaca tulisannya sendiri. Ya, ini sangat gombal dan terdengar klise, sangat cocok untuk Lola. Jam menunjukan angka dua belas saat Nino mengambil kertas lain dan mulai menulis. Ia merasa berani dan mantap sekarang.
Empat tahun yang lalu, kamu menemukan aku saat aku ketakutan. Saat itu aku meninggalkan pekerjaan rumahku di kelas, hari sudah sore, dan terpaksa mengambilnya sendirian.
Aku sangat takut. Sekolah kita terkenal angker. Apalagi saat sedang mengambil PR, kudengar pintu kelas terbanting menutup, terkunci. Lalu kau datang, membuka pintu yang mengunciku di dalam satu jam lamanya, hendak mengambil tasmu yang kebetulan tertinggal juga.
Apakah kau ingat, saat itu kau masih berkacamata, berkawat gigi, dan belum pintar berolah raga seperti sekarang. Kau menghiburku saat aku menangis, kau menghiburku saat aku mengatakan aku takut, kau menemaniku pulang dan mengajarkan aku untuk berani.
Katamu tak apa-apa jika kita merasa takut, karena takut itu wajar. Katamu tak apa-apa jika kita merasa takut, karena takut itu manusiawi. Katamu tak apa-apa jika kita merasa takut, karena suatu hari kita akan belajar untuk mengatasi ketakutan itu dan menjadi berani. Maka sekarang aku akan menjadi berani setelah takut selama empat tahun.
Berani menorehkan penaku di atas kertas ini. Berani mengatakan apa yang aku tak bisa katakan selama ini. Berani mengakui bahwa aku sangat menyukaimu sejak detik itu dan aku berterima kasih padamu untuk mengajariku menjadi pemberani.