Kotak dengan pita warna, begitulah yang dibicarakan teman-teman Nilam. Awalnya hanya Adelia yang berbicara. Tapi lama-lama menyebar. Dari mulut ke mulut, dari telinga ke telinga.
Semua teman perempuan Nilam jadi berharap.
Ada yang bilang, kotak-kotak itu lebih manis kalau berwarna putih atau pink. Ada juga yang bilang, semakin besar semakin baik. Ada juga yang tidak peduli dengan ukuran sebuah kotak. Tapi bagi Nilam, semuanya hanya omong kosong.
Apa? Hadiah di Valentine Days, saat teman cowokmu akan memberikanmu kado kecil, cokelat atau sepucuk bunga mawar warna merah dan pink?
Ia tidak percaya dengan omongan teman-temannya.
"Kamu tahu, Ni...tahun kemarin Adelia sudah dapat lima bunga, lho!" Rena membisikkan kalimat itu di samping Nilam. Membuatnya menjadi semakin jengah. "Dan kamu tahu, Ni...berapa yang akan ia dapat di tahun ini?"
Aku tidak menjawab kata-kata Rena. Aku hanya membalasnya dengan sorot mata tak suka. Tak suka jika Rena membicarakan orang lain. Juga tak suka dengan topik pembicaraan kali ini.
Tanpa berkata apa pun, Nilam pergi meninggalkan Rena. Ia tak peduli.
***
Hari warna pink itu semakin dekat. Semakin dekat hingga intensitas orang yang membicarakannya semakin padat. Makin ramai.
Nilam masih asyik membaca bukunya di bangku depan kelas. Ia membaca sambil sesekali memandangi teman-teman yang bermain futsal.
Ada seseorang di sana. Kata teman-temannya, orang itu adalah salah satu dari lima orang yang tahun lalu memberikan bunga untuk Adelia.
Memang orang itu terlihat baik. Terlihat berkharisma. Banyak juga anak-anak yang diam-diam membicarakannya. Mengidolakannya.
Nilam kembali mengalihkan pandangan pada bukunya. Membalikkan halaman demi halaman yang telah ia baca. Sampai Adelia datang.
"Hai, lagi ngapain?" tanyanya ramah, sambil duduk di samping Nilam. Sementara Nilam hanya menunjukkan bukunya sebentar. Lalu kembali membaca.
"Kamu baca buku terus? Kenapa?" Adelia memperhatikan Nilam dengan seksama. "Kamu salah satu orang yang nerd gitu ya, Ni?"
Apa? Nerd? Baca buku dibilang aneh?
Batin Nilam sedikit naik pitam. Adelia memang menyapanya secara ramah. Tapi kata-katanya...nada ucapannya...Nilam tidak suka.
Untunglah Adelia segera pergi, sebelum Nilam jadi benar-benar marah.
Adelia memang cantik. Teman-temannya banyak. Berbeda sangat jauh dengan Nilam.
Nilam tidak terlalu risih dengan penampilan. Baginya, cukup tampil bersih dan sopan. Itu saja. Dan jelas...jelas kenapa banyak orang yang memberikan hadiah pada Adelia, tidak padanya dan teman-temannya yang lain. Ya, satu kotak dengan pita warna disertai bunga.
Hadiah yang aneh bagi seorang Nilam.
Aku suka bunga. Tapi aku lebih suka dengan pohon bunga. Jadi biarkan bunga itu ada di pohonnya. Apa orang-orang tidak tahu, bahwa bunga adalah bagian dari tanaman itu sendiri?
"Kamu tahu, Ni," Rena ke luar kelas dan menghampiri Nilam.
"Adelia...dahsyat betul dia, Ni," katanya setengah berbisik.
"Kenapa dia?"
"Adelia baru saja bilang, kalau besok ia akan dapat hadiah dari Rio. Itu, orang yang sedang main futsal itu." Ekor mata Rena menunjuk seseorang yang sempat ia amati.
"Katanya, Adelia sudah dapat lima belas hadiah bunga dan juga satu kotak dengan pita warna. Padahal Valentine Day baru besok, kan."
"Lalu?" Nilam mengangkat alis dan mentap ke arah Rena dengan lekat-lekat.
"Lalu? Apa kamu enggak ingin seperti Adelia? Apa kamu enggak berusaha untuk dapat hadiah dari salah seorang teman kita?" Dari nada bicaranya, Rena mengisyaratkan bahwa Nilam adalah orang bodoh yang tidak mengikuti jaman. "Kamu tahu, Ni...besok aku mau potong rambut seperti Adelia. Model itu sedang trend kan? Dan mungkin saja..."
"Ren...?" Nilam memotong omongan Rena. "Kamu adalah dirimu sendiri. Bukan Adelia. Setiap orang itu unik, Ren!" Nilam meletakkan bukunya. Ada hal lain yang harus ia katakan pada Rena, sahabatnya sendiri.
"Tapi aku ingin dapat bunga dan hadiah dengan kotak dan pita warna!"
"Apa artinya bunga? Apa artinya kotak dengan pita warna? Hati kita lebih penting. Diri kita sendiri lebih berharga, aku harap kamu tetap jadi dirimu sendiri. Bukan dia!"
"Karena kita enggak pernah ngerti rasanya jadi dia, kan Ni? Karena kita enggak pernah ngerasa gimana bahagianya jadi seorang Adelia?"
Nilam hanya diam.
Sementara Rena berbalik meninggalkannya. Pergi entah ke mana.
***
Siang sepulang sekolah terasa begitu panas. Menyengat. Membuat rumput-rumput kecil di halaman sekolah, yang kemarin hijau, jadi menguning. Kering. Tapi setiap kita tahu, bahwa rumput yang menguning itu hanya akan mati sebentar. Besok, atau besoknya lagi...rumput itu akan tumbuh kembali.
Begitu juga hubungan Nilam dengan Rena. Hanya saja, Nilam tak tahu kapan. Tak tahu kapan, Rena bisa mengertinya. Menerima Nilam dengan apa adanya. Dan juga menerima dirinya sendiri. Bukan sebagai Adelia.
Bukan. Apalagi, hanya karena bunga dan satu kotak dengan pita warna.
Buk!
Sebuah bola menghantam kepala Nilam. Ia tak sadar, yang ia tahu hanya gelap. Orang-orang mengerubunginya.
***
"Maaf...aku enggak sengaja." Ada orang lain di hadapannya saat Nilam sadar dari pingsan. Sudah ada Rena juga di sana. Di ruang UKS.
"Aku enggak apa-apa."
"Tapi..." Nilam tak mendengarkan kata orang yang ada di hadapannya. Karena ia tersadar sesuatu. Tersadar bahwa orang yang ada di hadapannya adalah...Rio. Salah satu orang yang memberikan Adelia bunga. Bunga dengan kotak dan pita warna.
"Aku boleh nanya, enggak?" tanya Nilam tiba-tiba.
"Apa?"
"Kenapa kamu ngasih hadiah ke Adelia?" Mata Rena langsung mendelik mendengar pertanyaan Nilam.
"Apa...?" Rio bertanya balik.
"Maaf, mungkin enggak sopan. Tapi...kalau boleh, aku ingin tahu alasannya."
"Aku...enggak pernah memberi hadiah apa pun ke Adelia." Mata Nilam dan Rena melotot. Mereka tidak mengerti.
"Bukannya...di Valentine's Day tahun lalu, kamu memberikannya? Kotak dengan pita warna dan juga bunga? Dan tahun ini, juga akan begitu, kan? Kamu suka dengan Adelia, kan? Apa karena Adelia cantik?"
"Apa-apaan! Aku rasa omonganmu ngaco." Rio terlihat marah. Ia bangkit dan berdiri. Menatap Nilam dengan tajam. "Maaf, aku enggak akan nunggu hari Valentine day datang hanya untuk memberi hadiah ke seseorang. Dan aku enggak melihat orang hanya dari wajahnya!"
Rio pergi. Berlalu.
Meninggalkan Nilam dan Rena yang bertanya-tanya.
Keduanya saling tatap. Mereka tak mengerti. Lalu...bagaimana mengenai kotak dengan pita warna yang selama ini dikatakan Adelia? Hanya Tuhan dan mereka berdua yang tahu, bahwa Adelia...berdusta.
***
(Oleh: Rizki D Utami, foto: weheartit.com)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR