"Iya? Empat bulan lalu? Kok telat banget sih gosipnya?" cecar Icha.
Ebi diam seribu bahasa. Putri dan Icha jelas bingung. Biasanya mata Ebi akan membelalak mendengar nama Awan disebut dan meributi Putri dengan banyak pertanyaan. Bahkan sosok Awan yang tiba-tiba lewat di samping meja mereka pun tidak diindahkannya.
"Kenapa lo, Bi?" Icha dan Putri berpandangan.
"Hai, Udang! Kemarin enggak masuk, ya? Kenapa? Sakit? Sakit apa?" tanya Awan yang sudah duduk di meja Ebi tanpa spasi.
Ebi tidak bergeming. Icha, Putri, dan Awan berpandangan. Bel berdering waktunya pulang. Ebi meraih tasnya dan melangkah besar-besar ke luar kelas. Sekeras usaha Ebi melangkah jauh, masih terkejar Awan yang kakinya sepanjang tongkat pramuka itu. Ebi tertahan tangan Awan dan terpaksa menghadap wajahnya.
"Lo marah sama gue?" Awan menatap tajam.
"Kecewa. Gue enggak suka sama cowok yang enggak bisa gunain tempat sampah," balas Ebi keras.
"Lo ngejar gue setahun, terus kecewa cuma karena gue nyampah di lapangan?"
"Iya. Ketua OSIS mana yang buang sampah sembarangan?"
Awan berpikir sejenak.
"Kalo gue bersihin satu sekolahan ini selama seminggu, lo mau temenan ama gue lagi?"
"Gue kira lo malu punya temen kaya gue yang freak gini," kata Ebi.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR