"Kubisme? Berarti kita penganut aliran yang sama. Aku termasuk penggemar karya Pablo Picasso," sahutmu. "Kalau kau?"
"Aku lebih menyukai karya Paul Cezanne," jawabku.
"Kedua pelukis itu adalah seniman yang luar biasa. Seandainya kelak lukisanku bisa selegendaris karya mereka."
Aku memandangi lukisan yang kau pegang. Masih dengan figur seorang wanita yang duduk menyamping di Danau Ranau, tapi beberapa bagian masih belum kau selesaikan.
"Lukisanmu begitu indah. Kau mampu menampilkan ruang luas dari pelbagai gaya yang mencengangkan," pujiku.
"Terima kasih jika kau menyukainya," sahutmu riang.
"Kau cukup lihai mengomposisikan warna. Goresanmu yang repetitif dan sensitif itu mengesankan karakterisasi yang kuat. Mengingatkanku pada lukisan Georges Braque yang berjudul 'Woman with a Guitar'," tambahku.
"Iya. Aku tak hanya terinspirasi dari Picasso saja. Tapi gaya kubisme-ku juga terinspirasi oleh Braque."
Aku tersenyum kagum padamu. Perpaduan Braque dan Picasso nampak tergambar kuat pada lukisanmu. Beruntung sekali aku bertemu dengan seseorang yang memiliki hobi melukis dan beraliran kubisme. Suatu kebetulan yang menyenangkan nan indah.
"Tapi kenapa kau selalu melukis objek serupa dari kemarin?" tanyaku heran.
"Karena aku menyukainya. Aku mencintai Gizelia," tuturmu lembut.
"Gizelia? Siapakah dia? Kekasihmu?" selidikku. Tiba-tiba aku merasakan gelembung-gelembung kecemburuan di dadaku.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR