Kadang-kadang, kita merasa enggak bahagia dan berujung ke perasaan frustasi dan depresi. Sebenarnya, wajar jika kita sesekali kita merasa enggak bahagia. Perubahan hormon yang terjadi di masa pertumbuhan membuat emosi seringkali jadi kurang stabil.
Menurut data dari webmd.com, delapan dari sepuluh remaja merasa depresi saking kurang bahagianya. Depresi ini umumnya terjadi dalam rentang usia 15-30 tahun dan kadang-kadang dipengaruhi oleh genetik atau keturunan. Seorang remaja yang berasal dari keluarga dengan latar belakang depresi besar kemungkinan akan mengalami depresi juga.
Sampai sekarang, belum ada tes kesehatan secara spesifik yang bisa mendeteksi depresi ini. Padahal, jika enggak ditanggapi dengan serius, depresi ini bisa berbahaya. Salah satunya muncul keinginan untuk bunuh diri.
Selain genetik dan perubahan hormon, ada beberapa penyebab kenapa remaja sering merasa depresi.
Tekanan
Tekanan yang dialami di masa remaja sangat berat karena kita berada dalam tahap peralihan dari masa kanak-kanak yang bebas dan santai tanpa beban ke masa dewasa yang mulai mengenal tanggung jawab. Kadang, kita enggak siap untuk merasakan hal ini sehingga muncul tekanan-tekanan yang membuat depresi.
Tekanan tersebut bisa berasal dari lingkungan, seperti sekolah dan pergaulan. Masalah sekolah umumnya dipicu oleh nilai dan performance yang seringkali enggak sesuai dengan harapan, entah itu harapan guru atau orangtua. Misalnya kita belum bisa mencapai nilai maksimal padahal sudah berusaha keras mewujudkannya. Jika dipikirkan terus menerus, kita bisa dilanda depresi, girls.
Lingkungan pergaulan juga berperan penting dalam hal ini. Terutama sekarang, saat sosial media menjadi hal yang sangat dekat dengan kita. Ketidakmampuan dalam menerima perbedaan pola hidup yang dijalani dengan pola hidup teman bisa membuat kita dilanda depresi. Contohnya teman yang sering upload foto jalan-jalan, gadget, atau fashion keren di sosial media. Tanpa bisa dicegah, kita pun pengin mendapatkan hal yang sama sehingga ketika tidak bisa memenuhinya, kita pun bisa dilanda depresi.
Apalagi jika hal ini terus menerus dialami. Enggak heran banyak kasus bunuh diri terjadi karena masalah yang kita anggap sepele, seperti ingin membeli sesuatu dan tidak bisa memenuhinya sehingga memutuskan untuk bunuh diri. Bisa saja hal yang diinginkan tersebut menentukan status kita dalam strata pergaulan sehingga jika tidak kesampaian akan membuat kita jadi depresi.
Bullying juga menjadi penyebab depresi. Malah, sebagian besar kasus bunuh diri awalnya disebabkan oleh bullying yang diterima di lingkungan pergaulan. Sampai-sampai muncul istilah bullycide yang berasal dari kata bullying dan suicide, yaitu bunuh diri yang disebabkan oleh bullying dan depresi, seperti yang dikemukakan oleh JoLynn Carney, psikolog dari Amerika Serikat.
Orangtua
Pola pengasuhan orangtua juga turut menjadi penyebab remaja sering dilanda depresi. Terutama jika kita sering dibanding-bandingkan dengan orang lain, entah itu kakak, adik, atau teman-teman yang lain. Hal ini membuat kita merasa tdak bisa diterima dan tidak dihargai sehingga muncul perasaan tertekan untuk menjadi seperti orang yang dibandingkan. Hanya saja, jika usaha tersebut enggak berhasil, kita jadi rentan dilanda depresi.
Rendah Diri
Remaja yang rendah diri jadi lebih rentan terhadap depresi. Terutama jika menjadi korban bullying dan enggak memiliki tempat atau orang yang bisa menolong. Sehingga mereka lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya karena merasa enggak diterima oleh lingkungannya.
Media Massa
Apa yang ditampilkan media massa juga mempengaruhi remaja merasa depresi. Seperti bentuk fisik tubuh artis idola dan kemewahan yang diumbar dalam tayangan media massa yang sangat jauh dari kenyataan dan memacu kita untuk emndapatkan hal yang sama. Seringnya, hal tersebut sulit untuk dicapai sehingga membuat kita jadi depresi.
Begitu juga dengan internet. Menurut penelitian yang dilakukan oleh psikolog dari Universitas Oxford, terdapat hubungan antara aktivitas di forum online dengan keinginan untuk bunuh diri karena depresi. Seperti dikutip dari Dailymail.com, Professor Paul Montgomery dari Oxford University mengungkapkan kalau internet memacu potensi positif bagi remaja, tapi terkadang membuat remaja rentan depresi, seperti komentar negatif dari forum yang mereka ikuti yang memicu tindakan menyakiti diri sendiri.
(iif. foto: medimoon.com)
Stem Cell, Terobosan Baru Sebagai Solusi Perawatan Ortopedi Hingga Cedera Olahraga
KOMENTAR