Ketika akhirnya Irian resmi menjadi bagian dari Indonesia, beliau diangkat menjadi gubernur pertama dan melaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat, untuk menentukan status Irian, apakah merdeka atau bergabung dengan Indonesia.
Dr. KH. Idham Chalid di pecahan Rp 5.000
Pahlawan sekaligus ulama ini merupakan guru besar Nadhatul Ulama. Beliau menjabat sebagai ketua umum PBNU di usia muda, yaitu 34 tahun, dan menjadi sosok yang paling lama menjabat sebagai ketua umum PBNU, yaitu selama 28 tahun dari tahun 1956 hingga 1984.
Di pemerintahan sendiri, beliau pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda. Enggal hanya itu, beliau juga pernah menjadi ketua MPR dan ketua DPR.
Mohammad Hoesni Thamrin di pecahan Rp 2.000
Dalam perjuangan melawan penjajah, dikenal dua cara. Yaitu sistem kooperatif, di mana para pahlawan masuk ke dalam pemerintahan Belanda dan non-kooperatif yaitu menolak masuk ke dalam sistem. Salah satu pahlawan yang mengambil jalur kooperatif adalah MH Thamrin.
Pahlawan asal Betawi ini punya peranan penting dalam perjuangan menggapai kemerdekaan. Beliau pernah menduduki jabatan strategis sebagai wakil rakyat di Geementeraad dan Volksraad. Soalnya, dulu sedikit banget warga Indonesia yang bisa menempati posisi ini.
Meski berada di pemerintahan, bukan berarti beliau tunduk kepada Belanda. Justru, dengan posisinya ini, beliau menjadi wakil rakyat Indonesia yang tertindas oleh penjajah. Salah satu bentuk peninggalan beliau adalah ide pembendungan Sungai Ciliwung untuk mengatasi masalah banjir.
Tjut Meutia di pecahan Rp 1.000 kertas
Cut Meutia ditetapkan sebagai salah satu pahlawan Nasional tahun 1964. Sosok perempuan hebat ini turut mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan lewat perjuangannya melawan Belanda.
Awalnya beliau berjuang bersama suaminya, Teuku Tjik Tunong. Setelah suaminya ditangkap dan dihukum mati oleh Belanda, Tjut Meutia enggak menyerah dan terus berjuang.
Dalam perjuangannya, Tjut Meutia sampai harus melarikan diri ke dalam hutan bersama pejuang perempuan lainnya. Tekanan dari Belanda enggak membuat beliau menyerah.
Penulis | : | Ifnur Hikmah |
Editor | : | Ifnur Hikmah |
KOMENTAR