Tapi enggak semua ada di tangan kami, apalagi kalau sudah ngomongin perubahan. Yang di awal saya katakan menakutkan tadi. Perubahan apa, sih? Kamu. Kita semua berubah. Apalagi dalam kebiasaan mengakses informasi. Kita enggak lagi berbasis kertas, kita lebih mengandalkan data dan koneksi internet.
Perlahan tapi pasti era digital telah mengubah banyak hal, termasuk kebiasaan orang mencari informasi. Dan ini paling terasa di kalangan remaja. Menurut penelitian Nielsen Consumer Media View yang dilakukan pada tahun 2010-2016 di sebelas kota di Indonesia, hanya 9% remaja (usia 10-19 tahun) yang membeli dan membaca media cetak. Sementara 81% lainnya lebih memilih untuk mendapatkan informasi dari internet. Situs serta media sosial telah menjadi tempat yang paling bisa diandalkan di masa informasi yang mementingkan efisiensi ini.
Dan perubahan ini sangat kami sadari beberapa tahun ke belakang. Memori saya langsung kembali ke masa kuliah akhir, tahun 2009, sempat ikut kuliah bersama dengan topik “Matinya Media Cetak.” Di ruang kelas di Jatinangor itu, saya belajar kalau katanya 5 tahun lagi, media cetak akan mati. Tapi, ini kan perkiraan, bukan vonis. Walaupun kemudian sejak 2015 lalu, berbagai media massa cetak memang ‘berguguran’ dan bukan hanya di perusahaan tempat saya bekerja saja, dan bukan hanya di Indonesia saja. Saya juga jadi teringat tulisan wartawan senior Kompas yang sempat viral beberapa waktu lalu, yang mengatakan soal senjakala wartawan media cetak. Saya pun tersadar, this is really happening,the future is now.
Saya ingat, ketika lulus kuliah untuk profesi jurnalis, saya hanya melamar ke Kompas Gramedia. Karena menurut saya, perusahaan ini terbaik di media cetak nasional. Berawal dari Kompas dan Intisari, berawal dari cita-cita mulia memberikan informasi dan inspirasi yang mencerahkan bangsa. Sebagai perusahaan yang sejak awal bergelut dengan media cetak, perubahan ini tentunya menakutkan. Dan sekali lagi saya sampaikan, ini wajar. Yang enggak wajar adalah membiarkan rasa takut menang. Saya di kaWanku enggak diajari seperti itu. Sebagai perempuan, saya sangat akrab dengan rasa takut, saya juga ditantang setiap hari untuk mengatasinya, bukan untuk melawannya. Karena saya sadar, kalau bersamaan dengan rasa takut, dalam perubahan juga ada excitement, rasa antusias.