Buat kita yang tinggal di tempat yang mayoritas penduduknya Muslim, mungkin tingkat kesulitan menahan godaan saat berpuasa enggak begitu besar, karena istilahnya banyak teman-teman juga yang sedang menjalani puasa.
Tapi gimana kalau kita tinggal di lingkungan yang mayoritas penduduknya Non-Muslim dan enggak menjalani ibadah puasa?
(baca di sini untuk tahu penyakit yang rentan menyerang saat puasa)
Nah, berpuasa di lingkungan yang mayoritas non-Muslim punya tantangan sendiri. Seperti cerita dari Janis Argaswara, cewek yang sudah 2 tahun lebih merantau ke Bali karena lagi menempuh kuliah di Universitas Udayana jurusan Ilmu Kelautan. Aslinya, Janis tinggal di Jakarta.
Kepada Cewekbanget.ID, Janis cerita tentang perjuangan serta keseruannya selama berpuasa di lingkungan yang mayoritas penduduknya non-Muslim.
Tantangan Waktu Buka Puasa & Sahur
Berpuasa di tengah lingkungan mayoritas non-Muslim adalah harus memerhatikan banget jam buka puasa dan kalau sudah imsak. Menurut Janis, ini tantangannya karena enggak semua masjid di Bali boleh pakai speaker, jadi dia enggak boleh kelewatan saat buka puasa dan sudah sahur.
Selain itu karena cuaca di Bali itu panas banget, makanya menurut Janis itu juga tantangan buat dirinya. “Selama berpuasa di sini, kesulitannya itu memastikan waktu yang tepat agar enggak telat. Untungnya enggak pernah telat sahur, kepepet pernah.
Biasanya aku harus manasin lauk dulu jadi harus bangun minimal setengah jam sebelum imsak tapi karena bangun, jadi buru-buru gitu, he-he-he.
Selain itu, di Bali kan panas banget, jadi sebisa mungkin jangan sampai batal puasa.
Cara menyiasatinya paling kalau sudah enggak ada kuliah atau aktivitas apa pun, langsung ke kosan dan ngadem biar enggak pusing,” cerita Janis.
(Baca juga: 6 Penyakit yang Sering Menyerang di Bulan Puasa dan Cara Mengatasinya)
Penulis | : | Debora Gracia |
Editor | : | Debora Gracia |
KOMENTAR