Ketika kita terbiasa tinggal di lingkungan yang udah benar-benar kita kenal, mungkin enggak akan banyak masalah yang kita temui.
Tapi, beda ceritanya kalau kita harus keluar dari comfort zone dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Bisa aja kita yang tadinya termasuk golongan mayoritas, tiba-tiba mesti jadi minoritas di negara lain.
Kalo udah gitu, gimana cara mengatasinya?
Hal inilah yang dialami oleh Arkha Lidia (22), dia pernah mengikuti program studi banding di Korea Selatan di tahun 2016 silam.
Yuk simak berita selengkapnya tentang cerita cewek yang pernah tinggal di luar negeri dan belajar toleransi di sana berikut ini.
(Simak juga: Pengalaman Cewek Jalani Puasa di Kota yang Mayoritas Penduduk Non-Muslim. Seru tapi Menantang!)
Sebagai Minoritas di Korea Selatan
Di pertengahan tahun 2015 sampai di awal 2016, Lidia, mahasiswi Universitas Atmajaya Yogyakarta ini mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar ke negeri ginseng.
Tentu hal ini menjadi pengalaman yang menantang buat Lidia, soalnya berbeda dengan Indonesia yang setiap penduduknya diwajibkan untuk memeluk suatu agama, di Korea Selatan enggak begitu.
Orang Korea sangat dibebaskan untuk menganut suatu kepercayaan, tapi sebaliknya, mereka juga boleh untuk tidak memiliki/menganut agama apapun.
Menurut sensus penduduk tahun 2008, jumlah pemeluk agama di Korea berkisar 24.970.766 orang (53,46%) dan yang tidak beragama sebanyak 21.865.160 (46.54%).
“Jadi bisa dibilang kalau di sini (di Indonesia), dari lima orang yang kita temui, empat di antaranya adalah Muslim, maka di Korea lain lagi.
Satu dari dua orang yang kita temui belum tentu memiliki agama.
Hal ini kerasa banget saat lagi kangen suasana di Indonesia, misalnya pas hari Jumat siang kan biasanya jalanan ramai dengan deretan cowok yang pengin shalat Jumat, nah di Korea enggak nemuin yang begini.
Mungkin ada ya di beberapa wilayah, tapi tetap aja jauh beda dibanding pas di Indonesia.”
(Baca juga: Makanan dan Minuman Darurat yang Bisa Kita Bawa Jika Terpaksa Harus Buka Puasa di Jalan)
Belajar Bertoleransi
Meskipun memiliki banyak perbedaan dibanding dengan pas tinggal di Indonesia, buat Lidia, hal ini justru menjadi pengalaman berharga buat dia untuk belajar bertoleransi dan saling menerima perbedaan satu sama lain.
“Selama di sana tentu aku bertemu banyak orang yang berbeda agama, suku, dan budaya denganku.
Mulai dari mentor, dosen, sampai teman-teman di dorm.
Tapi aku enggak merasa kesulitan, soalnya di kampusku sendiri kan mayoritas agamanya Kristen, jadi udah terbiasa.
Aku membiasakan diri pada saat beradaptasi, kita semua bersikap terbuka terhadap perbedaan yang ada.
Contohnya gini, pas keseharian di Korea dulu, roommate-ku biasa baca Alkitab sebelum tidur, jadi aku pas jam segitu menyesuaikan diri.
Aku enggak nonton drama.
Sebaliknya, kalau aku shalat juga biasanya mereka memberikan space buat aku dan memakai kamar lainnya untuk beraktivitas.
Aku juga sempat beberapa kali puasa di sana dan roommate-ku menghormati hal tersebut dengan enggak makan di depanku.
Bahkan kadang mereka beliin aku makanan buat berbuka, he-he."
(Baca juga: Curhat Vidi Aldiano Saat Menjalani Puasa di Luar Negeri. Terasa Berat dan Bikin Kangen Keluarga)
Tips supaya Bisa Beradaptasi di Lingkungan Baru yang Berbeda dengan Kita
“Yang penting sih be open minded, jangan membatasi diri untuk bergaul sama siapapun meskipun dia berbeda dengan kita.
Terapin dalam pikiran kalau semakin banyak teman yang kita punya, akan semakin bagus.
Selain itu, jangan terlalu mikirin hal yang negatif tentang lingkungan baru yang kita tempati.
Enggak usah mikir: duh beda banget ya sama di Indonesia, enggak enak banget ya, dan sebagainya.
Tapi ambil aja hal-hal yang positifnya.”
Yuk belajar dari Lidia untuk bisa bersikap terbuka dengan orang lain dari lingkungan dan latar belakang yang berbeda dengan kita!
(Baca juga: 6 Penyakit yang Sering Menyerang di Bulan Puasa dan Cara Mengatasinya)
Penulis | : | Natalia Simanjuntak |
Editor | : | Natalia Simanjuntak |
KOMENTAR