Sebagai tempat menuntut ilmu, seharusnya sekolah menjadi tempat yang aman. Namun, tidak bisa dielakkan kalau kasus kekerasan justru terjadi di sekolah. Bentuknya beragam, antara guru ke siswa, siswa dengan sesama siswa, dan ada juga dari siswa ke guru.
Dari data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2015, terdapat 127 siswa yang menjadi korban kekerasan dan 64 siswa yang menjadi pelaku kekerasan.
Awal Februari ini, kita dikejutkan dengan kematian seorang guru oleh anak muridnya di Sampang. Ini bukan pertama kalinya hal ini terjadi di Indonesia.
Sebelumnya, kita lihat kembali kasus kekerasan yang dilakukan oleh murid kepada guru di Indonesia selama beberapa tahun terakhir.
(Baca juga: fakta tentang game 'Pukul Guru Anda' yang viral> Ngeri banget)
Angka ini tergolong besar, dan jika ditelusuri, penyebabnya umumnya hampir sama. Siswa yang tidak terima dengan perlakuan guru sehingga emosinya tersulut.
Emosi yang tidak bisa dikendalikan ini membuat siswa akhirnya berbuat nekat. Ada yang memukul guru, bahkan menyebabkan kematian. Namun pertanyaannya, kenapa anak bisa melakukan tindakan agresif seperti ini?
(Baca juga: ketika ada guru yang menganiaya murid dan melakukan kekerasan di sekolah)
Bentuk Pelampiasan Emosi Negatif
Ketika berada di masa pertumbuhan, kita seringkali mengalami masalah emosional. Hal ini bisa menumpuk di dalam pikiran sehingga lama-lama akan membuat remaja menjadi frustasi. Rasa frustasi ini pun diluapkan dalam banyak hal, seperti marah-marah, mengamuk, atau justru diam dan memendamnya sendiri.
Dikutip dari artikel Dealing with Hostile and Aggressive Behavior in Student yang dirilis oleh University of Minnesota, setidaknya ada tiga kategori dalam tindakan agresif ini, yaitu agresi verbal, agresi fisik, dan vandalisme.
Agresi verbal berupa kebiasaan melawan, berkata-kata kasar, memerintah, mengganggu orang lain, bahkan mengancam. Salah satu contohnya adalah ketika ada guru yang menegur, maka siswa akan melawan dengan kata-kata kasar atau bahkan ancaman.
Penulis | : | Ifnur Hikmah |
Editor | : | Ifnur Hikmah |
KOMENTAR