Cucu Nenek

By Astri Soeparyono, Kamis, 23 Oktober 2014 | 16:00 WIB
Cucu Nenek (Astri Soeparyono)

            Setelah aku memastikan Nenek tidak menemaniku, Ratri dan teman-teman yang lain tersenyum penuh kemenangan. Sementara itu, hatiku bergejolak. Ah, kalau memang pergi bersama gadis-gadis ini adalah hal yang kuinginkan, mengapa aku merasa sedih dan tidak senang?

            Jadilah, siang menjelang sore itu aku lewati dengan banyak berdiam diri. Sedikit menyesali keputusanku ikut dengan mereka, karena selama hampir dua jam kami hanya berputar-putar tidak karuan mengelilingi mal yang luas tanpa menemukan barang yang kami cari.

            "Sebenarnya kita mau mencari bros yang seperti apa, sih?" tanyaku mulai tidak sabar. Sudah beberapa kios bros yang kami masuki, namun tidak ada yang menarik hati gadis-gadis itu. Ada saja kekurangan bros-bros itu. Kalau tidak ukurannya yang terlalu kecil, pasti terlalu besar. Ada yang ukurannya cocok, harganya terlalu mahal.

            Ratri menatapku sambil cemberut. "Gaun kita nanti, kan, sifon putih, aku ingin kita memakai bros mawar merah yang cantik. Mawar yang mekar, penuh dengan kelopak. Tidak perlu tambahan hiasan macam-macam. Selembar daun tidak apa-apa. Yang terpenting, ukurannya jangan terlalu kecil. Seperti...."

            "Eh, seperti ini!" Viny memekik girang begitu melihat sembulan bros mawar pink yang tersembunyi di depan tasku.

Mata Ratri membulat melihatnya. "Dari mana kamu dapatkan bros ini? Ini persis seperti yang aku bayangkan!"

            Aku mengerutkan kening. "Ini? Nenekku yang membuatnya dari kain flannel."

            Gadis-gadis itu saling menatap. Lalu, mata Ratri terlihat bersinar. "Kalau begitu, kita beruntung, dong! Minta nenekmu membuatkan yang seperti itu untuk kita semua, ya?"

            Aku terhenyak. Dua jam berputar-putar dan tidak mendapatkan apa-apa, kecuali kenyataan barang yang mereka cari ada pada buatan tangan nenekku. Aku memeras otak, memikirkan bagaimana cara menyampaikan maksud kami ini kepada Nenek.

Cucu Nenek