Surat Kecil Untukmu

By Astri Soeparyono, Sabtu, 1 Maret 2014 | 16:00 WIB
Surat Kecil Untukmu (Astri Soeparyono)

 

Kamu orang yang baik. Baik sekali. Kamu sering membantuku ketika aku tidak bisa menyelesaikan tugas kelompok kita yang sebenarnya sudah menjadi bagianku. Tanpa diminta. Kamu sering terlihat meremehkanku, tetapi kamu sangat membantuku. Ah, ya! Apakah kamu ingat ketika kelas kita merayakan tahun baru di daerah Kaliurang? Ketika yang lain sibuk bermain kartu, menyiapkan kembang api, ngobrol ini-itu, kamu malah membantuku membuat pisang goreng. Kamu mungkin tidak tahu bagaimana perasaanku saat itu. Acak-acakan. Campur aduk. Dan, hal itu membuatku salah tingkah!

 

Erlangga yang baik, terima kasih.

 

Terima kasih sudah mau mengenalku. Terima kasih sudah mau menjadi temanku. Terima kasih sudah membuatku tersenyum. Terima kasih sudah membuatku tertawa. Terima kasih sudah menggenggam jemariku, meski hanya beberapa detik. Terima kasih sudah baik kepadaku. Terima kasih untuk segala nasihat dan saran yang pernah kau sampaikan padaku. Terima kasih telah memberiku arti kebahagiaan. Terima kasih untuk segala waktu dan kenangan yang rela kau ukirkan bersamaku. Terima kasih.

 

Selesai. Langsung kunyalakan printer dan kucetak tulisan itu. Aku tidak mau membacanya lagi. Kucari amplop di tumpukan kertas di atas meja belajarku. Kumasukkan tulisan itu ke amplop. Ragu, apakah aku harus menuliskan namanya di amplop itu. Tidak usah. Aku hanya menuliskan Surat Kecil Untukmu di pojok kanan amplop.

***

Pagi yang mendung. Hari ini hari perpisahan untuk kelas XII di sekolahku. Hari ini pula hari perpisahanku dengannya. Dia akan pergi ke Bandung setelah acara perpisahan ini selesai. Aku tidak terlalu tertarik dengan segala rangkaian acara yang ada. Sambutan dari Kepala Sekolah, sambutan dari beberapa guru, sambutan dari perwakilan orang tua, penghargaan untuk siswa-siswi yang berhasil memperoleh nilai tertinggi, dan beberapa hiburan. Semuanya kuikuti tanpa pernah berhenti mencari di mana sosoknya berada.

Pembawa acara memberitahukan bahwa akan ada hiburan dari perwakilan kelas XII IPA 2. Itu kan kelasku. Hmm...kira-kira siapa, ya? Saat aku mendekat ke panggung, tampak dia sedang mempersiapkan diri untuk menyanyi. Tatapan kami bertemu.

"Selamat siang untuk Bapak Kepala sekolah, guru-guru, para orang tua, dan teman-teman... Saya,  Adam dari kelas XII IPA 2 akan menyanyikan sebuah lagu dari Ipang yang berjudul Sahabat Kecil. Lagu ini saya persembahkan untuk teman-teman di kelas XII yang sebenarnya sudah bukan menjadi kelas XII lagi. Ini kan, sudah perpisahan...." katanya dengan riang.

Suara tepuk tangan membahana dari seluruh ruangan. Dia melanjutkan sambutannya, "Oh iya, lagu ini juga sebagai ucapan perpisahan saya untuk seorang teman, eh, mungkin bisa disebut sahabat. Entah mengapa, guru-guru suka sekali menjodohkan kami di berbagai tugas kelompok. Ha-ha-ha! Alison, terima kasih!" Dia pun langsung mulai menyanyi, menghibur penonton yang ramai bersiul. Senggolan dan lirikan mata teman-teman yang menggodaku datang bertubi-tubi. Aku hanya tersenyum malu. Pandanganku tidak lepas dari sosoknya, menikmati lagu yang dilantunkannya.

 

Bersamamu kuhabiskan waktu

Senang bisa mengenal dirimu

Rasanya semua begitu sempurna

Sayang untuk mengakhirinya...

Acara perpisahan akhirnya selesai. Aku sudah berada di depan sekolah mencari-cari sosoknya. Saat dia keluar dari aula sekolah tempat acara perpisahan tadi diadakan, dia tampak setengah berlari menuju ke arahku. Aku mengeluarkan amplop yang telah kusiapkan dari kemarin dari tas ranselku. Melihatnya, tampak tatapan penuh tanya dari matanya. Aku menyodorkan amplop itu kepadanya.

"Terima kasih untuk lagunya tadi. Ini hadiah perpisahanku untukmu. Tolong dibaca setelah kamu sampai di Bandung.... Salam untuk Mama kamu, ya."

Sebenarnya aku tidak sanggup menatap matanya lama-lama. Aku masih belum rela jika harus tidak melihatnya lagi. Dengan cepat dia menerima amplop itu. Dia tidak menanyakan apa isi dari amplop itu. Dia langsung memasukkannya ke tas. Kemudian kami berbincang-bincang sebentar sebelum dia berpamitan. Aku tidak sempat melambaikan tanganku padanya. Dia berlari terlalu terburu-buru menuju taksi yang sudah menunggunya. Aku terlalu ragu untuk berkata, "Semoga kita berjumpa lagi."

(Oleh: Alfie Rizky Ramadhani, foto: weheartit.com)