Siva mengangguk. "Sayang sekali kemampuanmu ini tidak diketahui orang lain karena kau disekap di sini. Apa kau tidak ingin punya banyak uang, hanya dengan duduk dan mengkhayal di kamarmu yang terkunci?"
"Caranya?"
Siva tersenyum simpul. Ia menunjuk laptop yang lama tak kusentuh.
***
"Mbak Rayana, mohon pertimbangkan permohonan kami."
Telepon terputus. Aku melempar ponselku. Lagi-lagi pihak penerbit menghubungiku untuk membuat acara jumpa fans. Akhir-akhir ini mereka sangat memaksa, meski aku sudah bilang tidak berkali-kali. Animo para fans untuk bertemu dan mendapat tanda tanganku begitu besar. Penerbit pun kewalahan. Tapi, tentu saja aku tidak peduli. Itu bukan urusanku.
Lagipula dengan kondisi sekarang, aku tidak mungkin bisa ke mana-mana. Aku masih dikurung di kamarku. Suster kadang menjenguk untuk mengantar makanan. Aku tahu ia prihatin dengan kondisiku. Aku juga tahu ia kasihan padaku. Aku pun memanfaatkannya. Kuminta ia membuatkan rekening bank untukku atas namanya. Ia tidak menolak. Rekening itulah yang kugunakan untuk keperluan transfer honor dan royalti novelku.
Sungguh, aku berbeda dengan aku yang dulu. Tidak masalah aku dikurung di kamarku sendiri karena dianggap berbahaya. Dengan nama Sumire, aku sudah melalang buana pada hati tiap orang. Aku membuat mereka terpesona dengan cerita yang kubuat.
Aku membuka laptop. Segera kuketik nama Sumire di kotak pencarian Google. Tak sampai dua detik, aku melihat blog yang mengulas diriku.
Siapa Sumire? Dia begitu misterius. Tak ada yang benar-benar tahu tentangnya. Akun Facebook dan Twitter yang memakai namanya semuanya palsu. Mereka cuma orang yang tergila-gila pada Sumire.
Ah, Sumire. Siapakah gerangan dirinya? Ini sungguh aneh. Tapi, tiap membaca karyanya, aku tersedot oleh sesuatu yang tak kasat mata. Aku bahkan memimpikannya. Aneh sekali. Bagaimana mungkin sesuatu yang kita baca bisa muncul dalam mimpi kita secara akurat? Sumire sangat ajaib. Apakah ia seorang penyihir?