Aku tersenyum kecil. Pasti Siva yang melakukannya. Aku membantunya membuat cerita untuk mimpi manusia. Setelah menyalinnya, Siva menyerahkan draft-draft itu padaku. Aku memermaknya sedikit, lalu kukirim ke media. Sungguh kolaborasi yang bagus. Siva mendapat untung, aku mendapat uang sebagai gantinya.
Wuuusshhh....
Angin berhembus lembut. Aku menoleh ke belakang. Kulihat Siva datang menembus jendela kamarku. Sayap peraknya berkepak.
"Apa naskahmu sudah siap?" tanya Siva.
Aku mengangguk. Kutunjuk tumpukan kertas dengan tulisan tangan di lantai. Siva memungutnya. Ia membacanya, lalu mengangguk-angguk.
"Bagus. Bagus sekali. Aku terpukau!"
"Siva, bukannya kau berjanji akan mengabulkan satu permintaanku?" tanyaku sambil menatap lekat-lekat wajahnya.
"Oh, tentu. Kinerjamu sangat bagus. Kau boleh minta apa saja padaku."
Aku tersenyum. Kuperhatikan wajah Siva yang tampan. Aku mendekatinya. Kusentuh lengannya yang kurus tapi berotot.
"Aku jatuh cinta padamu. Bisakah aku menjadi kekasihmu?"
Siva terdiam. Kertas-kertas di tangannya berjatuhan ke lantai. Ia memelukku erat. Seketika aku tahu, cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Lebih dari itu, aku bahagia dikurung di kamarku sendiri. Aku ingin terus seperti ini. Selama mungkin.
(Oleh: Eni Lestari, foto: weheartit.com)