Hari ini aku sengaja tidak membawa peralatan lukisku. Aku kembali ke Danau Ranau untuk menunggumu. Sama seperti kemarin, aku bergegas menuju ke tempat yang ditumbuhi sebuah pohon meranti di pinggir danau, tempat favoritku melukis.
Tak kuduga, kau lebih dulu hadir di tempat itu. Kedua kakimu yang jenjang saling bersilang. Punggungmu yang kokoh itu kau sandarkan pada batang meranti yang menjulang. Masih seperti kemarin, tubuhmu berbalut kaus putih lengan panjang dan celana jeans biru.
Sejenak kau menghentikan goresanmu, lalu menatapku. Seulas senyum berbinar kau tunjukkan pada bibirmu. Tatapan dari matamu yang luar biasa indah itu membuatku geragapan. Sepertinya aku bisa merasakan pipiku merona karenamu.
"Hai," tiba-tiba satu kata itu terlontar begitu saja dari bibirku. Entah kenapa.
"Hai juga. Senang bisa bertemu denganmu lagi di sini. Kau juga mau melukis?" tak kuduga tiga huruf yang keluar dari bibirku, kau jawab dengan sederetan sapaan hangat.
"Ehh, tidak. Aku hanya ingin...memandangi...Danau Ranau," sahutku tergeragap.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kau bantu aku melukis?" pintamu. "Oh, ya. Siapa namamu?"
"Anindita," sahutku pendek.
"Aku Mahardika. Senang berkenalan denganmu. Kau mau melukis bersamaku?"
Aku menurut. Bisa-bisanya aku duduk di samping mahluk tampan sepertimu.
"Apa aliran lukisanmu?" tanyamu kepadaku dengan ramah.
"Kubisme," sahutku kikuk. Sungguh aku merasa canggung di hadapanmu.