The Transporter

By Astri Soeparyono, Senin, 16 Januari 2012 | 16:00 WIB
The Transporter (Astri Soeparyono)

          Dari 30 siswa dikelas ini, gadis inilah yang belum pernah berbicara kepadaku. Padahal, aku ingin bercakap-cakap dengannya, mengetahui namany. Walaupun aku mendengar guru menyebutkan namanya di absen tapi aku tidak mendengarnya dengan jelas. Mungkin, jika aku tahu namanya aku akan lebih mudah mengingatnya ketimbang 29 murid lain.

          ***

          Satu jam pelajaran itu aku habiskan untuk mencuri-curi pandang kearahnya .

          Jam istirahat pun tiba. Ada tiga, empat orang anak mengajakku turun ke kantin untuk makan siang. Kebetulan aku juga sudah lapar.

          Aku mendapati sebuah kantin yang besar dan cukup bersih, nyaris menyerupai kantin North Shore High. Aku melihat-lihat sekitar. Adakah makanan yang sesuai dengan perutku. Yang aku dapati hanyalah nasi beserta makanan pedas dan berbumbu tajam. Aku masih belum terbiasa.

          Aku menemukan stall burger namun stall itu terlalu ramai. Perutku tidak bisa kompromi lagi, ia terus mengeluarkan  bunyi kecil yang mengganggu. Ah, aku sangat rindu Taco Bell! Andai ada Taco Bell di sini. Aku ingat aku sering makan  Taco Bell dengan dia. Ah, itu hanya sebatas masa lalu, Nathan.

          Aku beranjak ke kamar mandi kantin dan masuk ke bilik kedua dari pintu masuk. Aku kunci pintu bilik. Ya, aku akan transport diriku. Aku pikirkan ombak-ombak yang indah bergelung saat aku bermain seluncur. Pasir-pasir lembut yang menyentuh jari kaki. Aku bayangkan sebuah rumah sederhana dengan ayunan merah dan pohon Oak di depannya. Membayangkan kembali derap langkah kaki orang-orang yang berlalu lalang membawa anjing kecil mereka.

          Sebentar saja, aku rasakan semua di sekitarku bergetar. Air di dalam baskom kecil pun terlihat bergetar, bilik itu pun bergoyang seperti ada gempa bumi kecil.

          Aku memejamkan mata dan membukanya sedetik kemudian.semilir angin malam  pantai membuat nafsu makanku tertahan sejenak. Di sebrang sana aku melihat berapa anak kecil membawa anjing mereka jalan-jalan di malam hari.Aku menoleh kesebelah kiriku, aku dapati sebuah rumah sederhana  dan aku telah berdiri di bawah pohon Oak..Aku masih bisa melihat ayunan merah itu di dalam gelap.Aku ingat dulu aku sering menaiki ayunan ini semasa kecil. Biasanya di sekitar ayunan, Sam, anjing betinaku mengeluarkan suara nyaring meminta tulang.

          Aku terus berjalan menyusuri pinggir jalan yang berwarna merah  bata hingga aku berhenti melangkah tepat  di samping palang yang bertuliskan '17th Ave'.Aku melihat zebra cross di sampinya.

          Aku terus berjalan dan dari kejauhan tampak tulisan 'Welcom to the north shore'. Aku mempercepat langkahku dan semilir angin makin kuat menerbangkan rambut coklatku.Tak kurasa hanya membutuhkan waktu 2 menit untuk berjalan dari 17th avenue ke North Shore.

          Aku melepas alas kakiku untuk menyentuh pasir-pasir halus North Shore. Ah, aku kembali ke kampung halamanku. Puas sudah aku melihat ombak-ombak itu bergelung seakan menyambutku dengan suka cita. Aku menghirup dalam-dalam angin malam. Sungguh segar dan bebas polusi.