Kini tak ada lagi tangan yang dapat menyentuh lembut tubuhku, tak ada lagi petikan senar yang dapat menusuk hati setiap telinga yang mendngar, tak ada lagi alunan lagu yang dapat menghenyakkan jiwa, dan tak ada lagi musik syahdu yang dapat menghisai anggunnya malam.
Pagi ini begitu mencekam, mentari seakan enggan untuk menyinari bumi, dan burung-burung pun bungkam untuk bernyanyi. Aku tak mampu berbuat apa-apa! Bahkan saat ia sedang terbujur lemas, aku hanya bisa memandangnya dari sudut ruang hampa nan gelap. Hanya ada sedikit celah di sana dan kini aku sangat mrindukan belaian lembut dari tangan dingin seorang Andra. Andra yang selalu bersamaku di saat suka maupun duka.
Aku hanya bisa menangis beku saat aku melihat sosok seorang Andra sedang menelan getirnya kenyataan dalam kehidupannya dan aku hanya mampu tersenyum dalam diam saat Andra sedang menikmati manisnya permainan roda kehidupan. Aku sangat mengagumi pangeran gitar ini. Tangannya begitu lihai memperlakukan bagian tubuhku, hingga tak pernah sedikitpun aku merasa tersakiti oleh jari-jari emasnya itu.
Masih melekat jelas dalam ingatanku, saat senyum manis Andra mengembang menghiasi wajahnya dengan begitu indah, seindah dirinya memetik syahdu setiap senar-senarku. Saat itu, sepertinya ia sedang dimabuk asmara dan ia menuangkan perasaannya padaku melalui lirik-lirik lagu yang ia ciptakan dengan segenap perasaannya dari lubuk hati yang paling dalam.
Rasa cintanya kepada seorang cewek yang bernama, Citra sempat membuatku jealous. Ah tetapi semua itu tak berlangsung lama karena setelah Andra resmi menjadi pangeran dari seorang Citra, ia tak pernah melupakanku walau sedetik.
Suatu hari aku benar-benar merasa bahagia, saat Andra membawaku untuk berkenalan dengan Citra. Sungguh aku sangat senang, karena aku merasa telah menjadi bagian dari rasa bahagianya Andra.
***