Fairy Trade

By Astri Soeparyono, Minggu, 7 Agustus 2011 | 16:00 WIB
Fairy Trade (Astri Soeparyono)

          Aku terkejut. Unexpectable answer. "Aku ingin tahu."

          "Anda pasti tahu fair trade certification and labeling. Coklat sudah mendapat sertifikat resminya, tapi Negara kami menghadapi kendala," Gregory menghela napas. "Saya harap tidak ada penjara untuk saya setelah ini. Di awal 2007, 76 negara Afrika, Karibia, dan Pasifik bernegoisasi mengenai Economic Partnrs Agreements atau EPAs dengan sertifikat Eropa yang isinya berupa pemberontakan. Mereka ingin hubungan kerja sama selama ini dapat adil dan sesuai dengan kebijakan World Trade Organization. Hal itu disebut dengan Perjanjian Cotonou. Jika sampai akhir 2007 negara-negara tersebut termasuk Eropa tidak menandatangani EPAs, maka perjanjian tidak akan dilanjutkan. Itu akan merugikan 76 negara miskin. Kenapa? Karna Eropa sampai detik ini belum menandatanganinya," jelas Gregory.

          Kontan aku dan Amber shock. "Apa yang telah diperbuat oleh Eropa?" Tanya Amber sadar akan letak istananya.

          "Layaknya Amerika, mereka hanya ingin menyejahterakan negaranya dengan cara menekan kami. Anda tahu kami punya lahan cokelat. Mereka selalu memberikan subsidi dan mengekspor cokelat kami sendiri jatuh di pasaran. Pada akhirnya petani kami tidak mendapatkan imbalan yang semestinya."

          Nada bicara Novak tedengar emosi. "Negara kami akan bertambah miskin."

          Amber terduduk lemas. Ternyata bgitu. Ini situasi yang buruk. "Kami kuliah di Cambridge. Kami paham masalah politik. Jika benar ini yang terjadi, kami akan bertindak, "ujarku bijak.

          Gregory, Joaquim dan Novak tersenyum lebar. "Itu benar. Saya yakin bahwa keluhan kami akan sampai jika dengan Anda, "kata Novak.

          Setelah pertemuan menegangkan itu, kami kembali mnghirup udara segar di Luanda. Kembali k hotel. Aku tak boleh hanya diam. Aku harus mengubah ini semua. Kami sudah cukup makmur dan seharusnya dapat memakmurkan Negara lain.

          Aku jadi semakin mantap. Sudah banyak kampanye tentang ini. Aku akan jadi orang bodoh kalau sampai tidak peduli.

Buckingham Palace, 14 Juni 2007

          Aku jadi ingat round-table yang ada di Luanda. Bedanya sekarang yang kuhadapi adalah anggota kerajaan Inggris plus menteri perdagangan. Ini hari di mana aku harus mempresentasikan  hasil kunjungan ke Angola. Amber bersedia membantuku.

          Kami menceritakan semuanya. Masalah ketidakadilan dan penderitaan petani Angola. Aku berhasil menarik perhatian mereka.

          "Stahu saya, sejak tahun 2004, National Assembly of Wales sudah menyetujui kampanye agar Inggris menjadi world's 1st fair trade nation. Bahkan barang-barang berlabel fair trade ada di manapun. Kenapa unsur free trade kita masih besar?" tuturku. "Aku mohon ini dapat dikompromikan kepada seluruh Negara di Eropa."

          Yang kulihat, mereka semua mengangguk. Larry hanya tersenyum dan memberikan argumennya. Rapat usai dengan kputusan akan dipertimbangkan. Aku dongkol.

***