Di sisi lain, Qandeel sangat ingin sekolah dan berbas berkreasi. Bahkan, Qandeel menjadi model untuk membantu orangtua dan keluarganya. Sangat disayangkan hidup Qandeel harus berakhir tragis.
Di beberapa tempat, pernikahan dini masih sering terjadi. Bahkan di usia yang masih kecil banget. Bulan Maret 2016 kemarin, seorang cewek 13 tahun asal Yaman, Ilham Mahdi al Assi, meninggal karena pendarahan internal, empat hari setelah dia menikah dengan cowok yang usianya dua kali lebih tua darinya.
Ilham merupakan salah satu korban child marriage, juga swap marriage, sebuah tradisi di mana saudara pria dari pengantin pria juga menikahi saudara perempuan dari pengantin perempuan.
Perkawinan seperti ini lazim terjadi untuk mengurangi mahalnya biaya pernikahan. Sedihnya, Ilham bukan satu-satunya anak yang meninggal akibat pernikahan dini ini.
Di Indonesia sendiri juga banyak terjadi kasus pernikahan dini. Umumnya karena cewek dipaksa untuk menikah dengan pria yang jauh lebih tua dari dirinya.
Misalnya Fany Octora, yang menikah saat belum berumur 18 tahun dengan bupati Garut, Aceng Fikri di tahun 2012 lalu.
Pernikahan itu hanya bertahan empat hari. Fany diceraikan dengan alasan sudah enggak perawan lagi. Kasus ini jadi pelik karena Fany melaporkan Aceng atas tuduhan ancaman lewat SMS, sementara Aceng juga menuntut Fany dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Akhirnya, DPRD Garut memutuskan untuk melengserkan Aceng dari jabatannya atas pelanggaran kode etik.
Kasus lainnya ada Pujiono Cahyo Widianto atau yang akrab disapa Syekh Puji, pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Jannah di Semarang yang menikah dengan Lutfiana Ulfa di tahun 2008 lalu. Saat itu usia Ulfa masih 12 tahun.