8 Kisah Tragis Cewek Modern yang Harus Menderita Karena Dilahirkan Sebagai Perempuan

By Ifnur Hikmah, Selasa, 20 Februari 2018 | 10:30 WIB
8 Kisah Tragis Cewek Modern yang Harus Menderita Karena Dilahirkan Sebagai Perempuan (Ifnur Hikmah)

Menstruasi memang jadi hal yang enggak bisa dipisahkan dari cewek. Di beberapa negara, menstruasi masih dianggap tabu. Salah satunya di Nepal.

Di desa bernama Sindhuli, cewek yang sedang menstruasi dianggap sedang terkontaminasi. Karena itu, mereka sering diperlakukan enggak adil sehingga kualitas hidupnya jadi enggak sehat.

Selama masa menstruasi, cewek-cewek ini dilarang untuk datang ke sekolah, masuk ke dapur, bahkan dilarang untuk berada di ruangan yang sama dengan laki-laki, termasuk anggota keluarga sendiri.

Mereka juga dilarang untuk memakan buah-buahan tertentu, menyentuh bunga tertentu, memerah susu sapi. Dan, mereka juga dilarang untuk melihat cermin.

Manisha Karki, salah satu cewek asal Nepal berkata, “aku ditumpangkan di rumah orang lain selama menstruasi pertamaku. Selama masa itu, aku enggak boleh ke sekolah. Aku sangat ingin ke sekolah, aku ingin membaca. Bahkan aku dilarang membaca.

Dulu, aku belum paham tentang hal-hal seputar menstruasi. Aku melakukan apa yang dibilang orangtuaku. Sekarang, aku paham banyak hal.

Itu semua salah bahwa kita enggak boleh belajar selama menstruasi. Aku percaya kalau banyak remaja cewek seperti kami yang butuh pendidikan dan kepedulian di masa awal kami mendapat menstruasi. Jika kami diberi pengetahuan yang cukup, kami bisa fokus pada kebersihan kami.”

Kalau kita masih suka malas-malasan untuk ke sekolah, kayaknya harus berpikir panjang setelah membaca cerita soal cewek asal Afganistan ini.

Di sana, sangat sedikit cewek yang bisa sekolah. Naheed berasal dari keluarga sederhana dan orangtuanya sangat mendukung dia untuk sekolah.

Sayangnya, keadaan enggak berpihak pada Naheed. Ibunya meninggal akibat ledakan bom ketika dia berusia sembilan tahun. Bersama saudaranya, Naheed akhirnya pindah ke kota lain dan sekolah di sekolah khusus untuk pengungsi.

Naheed tetap semangat bersekolah meski sekolahnya enggak punya atap dan dia harus belajar di tengah cuaca sangat panas, mencapai 45 derajat celcius.

Selulusnya sekolah, Naheed ikut sekolah kejuruan di bidang kesehatan. Sayangnya, sekolahnya ditutup paksa oleh Taliban. Bagi Naheed, itu adalah saat paling menyedihkan dalam hidupnya.

(Foto: dailymail.co.uk, globalcitizen.org, huffingtonpost.com, pakistanitoday.com)