Waktu kecil dulu, Kiersey suka menulis cerita, lagu atau naskah dan membuat penampilan sendiri di kamarnya. Karena sering pindah sekolah, Kiersey pun kena anxiety issue sehingga dia enggak punya banyak teman.
Kiersey suka membuat imej baru yang selalu berbeda-beda di setiap sekolah baru. Semuanya berubah ketika Kiersey mengenal teater.
“Aku enggak hanya menghadapi publik, tapi juga diriku sendiri. Perang bathin yang kurasakan, juga perceraian orangtuaku, membuatku kuat dan yakin pada diriku sendiri. Apa yang mereka bilang kelemahan, aku anggap itu senjata.
Tanpa satu sama lain, kita enggak akan bisa membuat perubahan. Aku ingin mengajak orang lain untuk lebih mencintai dirinya sendiri, lewat film dan musik. Untuk bisa mengubah dunia, pertama-tama, kita harus bisa mengekspresikan diri,” bebernya.
Audrey membuat Sad Girl Theory, sebuah platform yang bertujuan untuk menyadarkan orang kalau rasa sedih bisa jadi sebuah kekuatan untuk mengubah banyak hal.
Soalnya, Audrey merasa kalau revolusi selama ini selalu digambarkan secara maskulin, seperti lewat kekerasan, pemberontakan, demonstrasi, dan lainnya.
“Aku berusaha menemukan cerita yang belum pernah disampaikan sebelumnya kalau cewek bisa mengubah sesuatu. Selama ini cewek selalu digambarkan suka menangis di tempat umum, diam di kamar sepanjang hari, membenci diri sendiri.
Kenyataannya, menjadi perempuan saat ini itu sangat menyakitkan. Bayangkan kalau semua sejarah perempuan di dunia hanya berkisar soal kesedihan, kegilaan, atau menghancurkan diri sendiri. Karyaku bisa dilihat di Instagram,” cerita Audrey.
Suka berpetualang membuka wawasan Lucia. Baginya, seorang feminist itu selalu mencari, mempelajari tempatnya di dunia, menolak ketidakpedulian dan mengambil tindakan meski berisiko. Semuanyan dituangkan lewat seni.
“Mungkin ini masih jauh untuk membuat perubahan, tapi setidaknya aku bisa berbagi sudut pandang, memulai dialog dan mengajak orang lain untuk ikut melakukan hal positif demi lingkungan kita.
Sekarang ini, karyaku fokus pada media massa yang sering menjadikan perempuan sebagai objek dan itu bisa mempengaruhi diri kita. Aku juga menjadi kurator seni dan jadi musisi dan keuntungannya untuk organisasi Oxfam dan Thorn.
Aku tengah mencoba membuat pertunjukan seni dan mengajak seniman perempuan. Aku rasa ini bentuk tanggung jawabku dalam menolong orang lain dan memberi ruang bagi mereka yang selama ini terpinggirkan agar berani bicara untuk diri mereka sendiri,” tegasnya.