Pikiran Untuk Bunuh Diri Datang Tanpa Disadari & Sering Dianggap Remeh. Waspada Sebelum Terlambat

By Aisha Ria Ginanti, Jumat, 21 Juli 2017 | 02:30 WIB
sumber: dromgbk.top (Aisha Ria Ginanti)

Tentunya kita masih ingat kejadian bunuh diri cowok berinisial PI (35) pada Jum'at (17/3) lalu dengan cara gantung diri di rumahnya di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta.

Kasus ini jadi begitu viral adalah karena korban merekam proses dia bunuh diri secara live di Facebook.

Dan hari ini, Rabu (22/3) muncul berita lagi tentan manajer grup idol JKT48 yang juga bunuh diri dengan cara gantung diri di rumah di kawasan Jurangmangu, Tanggerang Selatan.

Melihat kejadian bunuh diri yang makin sering muncul ini, enggak ada salahnya kita makin waspada sama atau

Pikiran yang biasanya muncul pada orang yang sudah depresi berat, sebelum akhirnya dia benar-benar mewujudkannya dengan bunuh diri.

Pikiran untuk bunuh diri ini mudah muncul pada orang yang mengalami depresi, terlepas dari berapa pun usianya dan apa pun jenis kelaminnya. Bahkan mungkin bisa menimpa kita dan orang-orang terdekat kita.

Dari semua jenjang usia, data WHO menunjukan kalau kasus bunuh diri paling banyak menimpa usia 15-29 tahun, khususnya perempuan.

Masih ingat kasus Linda (15), seorang siswa kelas dua SMP di Jakarta yang gantung diri di kamar tidurnya pada Juni 2006 dan Fifi Kurniasih (13) yang gantung diri di kamar mandi rumahnya di daerah Bantar Gebang, Jakarta pada Juli 2005 karena enggak kuat menahan malu selalu diejek oleh teman-temannya sebagai anak tukang bubur?

Mereka memutuskan untuk bunuh diri karena mengalami depresi berat, yang memang sering kali jadi pemicu utama dari bunuh diri. Depresi yang menuntun pada munculnya pikiran untuk bunuh diri memang bisa menimpa siapa saja pada tingkatan umur berapa pun.

Tapi, remaja memang cenderung lebih rentan pada depresi dan bunuh diri karena masih mengalami distorsi kognitif (cara berpikir yang belebihan atau enggak masuk akal) yang memicu munculnya egosentris.

Hal ini bikin remaja jadi lebih mudah merasa kalau dia yang paling diperhatikan (dalam kasus ini secara negatif) sehingga memicu dia untuk mudah stres hingga depresi.