84% Murid di Indonesia Pernah Mengalami Kekerasan di Sekolah. Kenapa Angkanya Begitu Tinggi?

By Aisha Ria Ginanti, Rabu, 28 Februari 2018 | 05:32 WIB
84% Murid di Indonesia Pernah Mengalami Kekerasan di Sekolah. Kenapa Angkanya Begitu Tinggi? (Aisha Ria Ginanti)

Sekolah sebagai tempat belajar mengajar, tentu saja lebih mengedepankan urusan akademik, yang akhirnya terimplementasi dalam kurikulum yang memang mendahulukan IQ daripada EQ.

Padahal berdasarkan penelitian, EQ diketahui justru lebih penting atau setidaknya sama pentingnya dengan IQ, dalam kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.

EQ ini jugalah yang selanjutnya akan memengaruhi bagaimana kita memerlakukan seseorang.

Dalam aplikasinya di sekolah, bagaimana murid memerlakukan guru, bagaimana guru memerlakukan murid, murid memerlakukan sesama murid, atau pun hubungan antara orang tua/wali murid dengan guru dan dengan murid itu sendiri.

Alhasil pendidikan karakter dan sikap terhadap guru dan murid juga jadi sangat kurang.

Menurut Elvira Zeyn, anggota Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan, hal ini yang harus diubah dan dilakukan pada sistem pendidikan Indonesia.

Yaitu, menggalakkan pembentukan karakter spriritual dalam bentuk etika moral, serta sikap, sehingga siswa, guru dan orang tua sama-sama tahu bagaimana harus memperlakukan satu sama lain.

Menurutnya, saat ini perilaku moral siswa dan guru sudah bergeser jauh karena pendidikan dasar yang tidak lagi memerhatikan pembentukan karakter anak.  

Walau pun memang dalam kurikulum, hal seperti ini sudah dimasukan dalam pelajaran Pancasila, Kewarganergaraan atau Budi Pekerti.

Namun pada kenyataannya sepertinya belum cukup teraplikasikan denganbaik. Alias hanya jadi teori.

Untuk itu nilai-nilai ini memang harus dipraktikan dalam berkomunikasi dan bersikap dalam lingkungan sekolah.

Elvira juga bilang, kalau guru sendiri juga harus memahami berbagai aturan seputar perlindungan anak, sehingga enggak lagi melakukan kekerasa terhadap murid.