Intan Prastika, cewek asal Toraja, yang sekolah kelas XI di SMA Negeri 6 Bau-bau, Buton, Sulawesi Tenggara, terlihat berbeda dari teman-teman sekelasnya.
Perbedaan ini dilihat dari cara berpakaian, di mana Intan hanya satu-satunya murid perempuan yang enggak memakai kerudung di kelasnya. Kerudung diwajibkan dipakai untuk semua siswa-siswi beragama Islam di SMA Negeri 6, Bau-bau.
"Bukan hanya di kelas ini, tapi juga di sekolah ini aku satu-satunya yang beragama Katholik." Intan menjelaskan alasannya dia enggak memakai kerudung.
Ternyata, Intan bukan orang asli Bau-bau, melainkan anak perantauan yang asalnya dari Toraja. Tepatnya, dia sekarang menetap di Cia-cia, salah satu desa yang terdapat di Bau-bau.
"Tapi sudah tinggal di Cia-cia sejak kecil, dulu ayah dipindah kerjakan di sini sampai sekarang," ujar Intan.
Hidup di daerah perantauan bukan hal yang gampang, karena mau enggak mau harus mengikuti adat dari tempat yang ditinggali. Intan pernah merasakan kesulitan untuk mengikuti adat istiadat orang Bau-bau, terutama kebiasaan yang diharuskan pada setiap perempuan.
( Curhat Cewek di Balik Kesuksesan Trademark Market, yang Awalnya Enggak Punya Pengalaman di Bidang EO)
Setiap cewek yang merupakan asli suku Cia-cia punya beberapa aturan enggak tertulis yang sepertinya sudah jadi keharusan yang ditaati.
Mulai dari cara berbicara, cara berpakaian, hingga volume suara yang harus bisa dikontrol.
“Sebagai orang asli Toraja, aku punya volume suara dari sananya memang besar. Tapi cewek di sini, enggak boleh ngomong terlalu keras.
Misalkan lagi jalan bareng teman, enggak boleh ada yang dengar ucapan kami kecuali kami berdua. Sedangkan aku sering sekali enggak sengaja berbicara dengan suara keras sehingga sering dilihatin oleh warga setempat.