Beberapa tahun terakhir, kegiatan mendaki gunung bukan saja dinikmati oleh anak pencinta alam saja, tapi juga dilakukan oleh orang awam.
Mendaki gunung dianggap menjadi salah satu hiburan dan aktivitas mengisi waktu luang, yang juga diikuti oleh anak muda, seperti mahasiswa atau mahasiswi.
Peristiwa sebelas cowok yang tersambar petir saat mendaki Gunung Prau, di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, menarik perhatian dan rasa prihatin. Terlebih lagi tiga pendaki tewas karena sengatan petir.
Ternyata hal tersebut juga membuat sebuah perhatian khusus buat kita, yang mungkin masih pemula dan pengin naik gunung, untuk lebih memerhatikan cuaca saat mendaki dan enggak menganggap remeh kalau alam sudah mulai menunjukkan tanda enggak bersahabat.
(Lihat di sini untuk tahu kisah anak muda Indonesia yang meninggal saat diklat pencinta alam)
Pertama Kali Daki Langsung Pengin Menyerah
Gres, pertama kali mendaki gunung saat ia duduk di bangku kuliah, berusia 20 tahun. Ia pernah mengalami pengalaman menegangkan saat mendaki Gunung Merbabu.
Hal ini hampir bikin dia kapok dan enggak mau naik gunung lagi. Apalagi, dia sempat diremehkan oleh teman-teman cowoknya enggak akan sampai ke puncak.
“Pertama kali naik gunung, langsung mengalami hal yang bikin deg-degan. Jadi waktu itu naik Gunung Merbabu, awalnya senang-senang saja. Sampai akhirnya ketemu jembatan yang disebut jembatan setan.
Soalnya benar-benar enggak ada pegangan, jalannya setapak kecil banget, kalau lihat ke kiri itu langsung jurang. Di situ sudah mulai ragu sih, lanjut enggak ya.
Apalagi teman-temanku bilang, ‘Kalau enggak kuat ya turun saja!’ atau ‘Ah, kamu enggak bakalan kuat, deh.’
Enggak berhenti sampai di situ, jadi kalau mendaki Gunung Merbabu lewat jalur Cunthel, kadang enggak menemukan jalur buat pendaki jadi harus bikin sendiri kayak dibuat pijakan sendiri pakai pisau.
Penulis | : | Debora Gracia |
Editor | : | Debora Gracia |
KOMENTAR