Nathania sahabatan Jenina Michella Permanaputri (15), sejak mereka kelas 3 SMP.
Bertemu di sebuah perlombaan bahasa Inggris, karena masuk ke tempat les yang sama.
Nathan adalah seorang muslim keturunan Minang, sedangkan Jenina adalah penganut Kristen dan keturunan Tionghoa.
Tapi mereka bersahabat baik hingga sekarang. Bahkan keluarga mereka juaga jadi saling mengenal dan berteman baik.
“Kami selalu positif thinking. Enggak jadiin perbedaan agama patokan dan enggak merasa itu memengaruhi banget.
Kadang aku penasaran, pengin tahu tentang pandangan dia tentang sesuatu menurut keyakinannya, begitu juga dia sama aku.
Jadi kita ngobrol dan justru jadi bisa tukar pikiran. Nambah wawasan karena adanya perbedaan kami,” jelas Nathania.
Nathania juga ngaku, justru dengan sering ngobrol dari sudut pandang atau kebiasaan yang berbeda, dia dan Jenina jadi bisa menemukan banyak persamaan di antara dua hal yang dianggap beda itu.
Mereka pun bisa klop bersahabat karena persamaan yang dimiliki.
Di antaranya sama-sama suka dan bisa main alat musik.
“Justru karena agama kami beda, toleransinya jadi makin tinggi.
Lebih sadar dan menjaga ucapakan biar enggak salah dan menyinggung hal-hal yang sensitif. Lebih menghargai aja,” tambah Nathania.
(Baca juga: Menerima Sahabat Apa Adanya)
Janis Ageswara (19) ini seorang muslim yang lahir dan besar di Jakarta. Tapi pindah ke Bali untuk kuliah di Universitas Udayana.
Di sana Janis menemukan teman satu geng, yang jadi sahabat dekatnya sejak masuk kuliah tahun 2015 sampai sekarang.