Dalam bullying, enggak hanya ada korban dan pelaku.
Tapi juga ada pihak ketiga, yaitu bystander. Alias penonton yang membiarkan tindakan bullying itu terjadi.
Jika dilihat, bystander ini jumlahnya banyak. Sekilas, bystander tidak memberikan pengaruh apa-apa, tapi jika dibiarkan, keberadaan bystander yang tidak melakukan tindakan apa-apa bisa mengakibatkan tindakan bullying ini semakin menjadi-jadi.
Begitu juga halnya dengan cyberbullying, jumlah bystander ini lebih banyak dan tidak terdeteksi. Mungkin kita sendiri juga menjadi bystander yang menyaksikan tindakan bullying tapi tidak melakukan apa-apa.
Seperti di video bullying terhadap mahasiswa berkebutuhan khusus yang viral. Terlihat di video tersebut mahasiswa lain hanya menyaksikan saja kejadian tersebut.
Sehari-hari, mungkin kita juga bersikap sama. Diam dan tidak melakukan apa-apa. Tanpa disadari, kita juga terkena efek dari bullying ini.
Conor Mc Guckin, Assistant Professor in Education di Trinity College menyebutkan. “Ada empat kelompok dalam hal ini: pem-bully, korban, mereka yang nge-bully dan menjadi korban di saat yang bersamaan, serta bystander.
Bahkan, remaja yang menjadi saksi mata cyberbullying sebagai bystander juga akan mendapat dampak negatif.
Mereka akan menghadapi dilema, apakah aku harus mencoba menghentikannya, menolong korban, atau melakukan konfrontasi tapi juga takut akan menjadi korban selanjutnya,” jelas Conor Mc Guckin.
(Lihat di sini apa yang sebaiknya kita lakukan kalau ada video bullying yang viral di media sosial)
Seperti yang diungkapkan oleh Conor Mc Guckin, bystander sebenarnya mengalami dilema dan bingung harus melakukan apa.