Bukan Hanya Korban Bullying Saja yang Menderita, Bystander atau Penonton Juga Bisa Mengalami Trauma

By Ifnur Hikmah, Rabu, 28 Februari 2018 | 05:34 WIB
foto: dramabeans.com (Ifnur Hikmah)

Namun, enggak selamanya bystander hanya diam. Setidaknya, ada dua jenis bystander, dan kita bisa melihat, kita masuk ke dalam kelompok yang mana, ya?

Untuk lebih memahami tentang bystander, bisa dilihat contoh-contoh tindakan dan ucapan yang sering diucapkan oleh bystander. Apakah kita pernah melakukannya?

(1 dari 8 orang Indonesia pernah jadi korban cyberbullying. Lihat di sini kenapa hal tersebut bisa terjadi)

Kurangnya empati ini berdampak ke makin banyaknya tindakan bullying, lho. Soalnya para pelaku akan merasa semakin berkuasa karena enggak ada yang berusaha menghentikannya.

Menurut GreatSchools.org, pelaku lebih suka mem-bully seseorang di depan teman sebaya. Mereka cenderung lebih mudah berhenti jika para penonton menunjukkan rasa tidak setuju.

Jika penonton alias bystander hanya diam saja, pelaku akan semakin menjadi-jadi karena tidak ada yang keberatan dengan tindakannya. Si pelaku akan semakin tergoda untuk mengejek atau melakukan tindak kekerasan.

Sementara korban akan semakin down dan muncul pemikiran bahwa penonton yang diam itu menyetujui tindakan bullying, karena tidak berusaha untuk mengakhirinya.

Keadaan ini dikenal dengan istilah bystander effect, yaitu situasi di mana lebih sedikit orang yang memutuskan untuk membantu korban bullying ketika ada lebih banyak orang di sekitar mereka.

Sebaliknya, jika seseorang menyaksikan bullying, mereka lebih suka menghentikannya jika hanya sedikit, atau bahkan enggak ada yang menyaksikan.

Contohnya, menghampiri si korban ketika pelaku sudah pergi. . “Kalau pas kejadian kita enggak bisa bantu, setelahnya kita bisa mendekati dan mengajaknya ngobrol. Buat dia tahu kalau masih ada yang peduli padanya,” ujar Aprishi.

(Lihat di sini tindakan cyberbullying yang tanpa sadar sering kita lakukan)