CewekBanget.ID - Kita mungkin bisa dengan mudah mengetahui perilaku orang lain yang toxic.
Lalu bagaimana jadinya apabila ternyata kita sendiri yang punya perilaku toxic atau beracun dan dapat merugikan orang lain?
Meski susah untuk dikenali, penting untuk tahui perilaku toxic di dalam diri sendiri.
Sebab kalau enggak, orang lain bisa jengah dan perilaku toxic ternyata bisa menimbulkan dampak pada orang lain seperti sakit hati berkepanjangan.
Yuk, hindari beberapa tanda toxic berikut ini dari pribadi kita dan mulai membenahi diri!
Baca Juga: Ahli: Detoksifikasi Media Sosial Itu Penting untuk Kesehatan Mental!
Meremehkan Rasa Sakit Orang Lain
Pengalaman dan perasaan setiap orang saat menghadapi kesulitan pasti berbeda-beda.
Makanya, jika kita malah meremehkan perasaan sakit dan derita orang lain dengan kata-kata seperti, "Semua hal terjadi karena ada alasannya," begitu saja, bisa jadi kita malah membuat suasana lebih buruk.
Hal itu sama saja kita enggak menganggap perasaan orang lain valid.
Daripada seperti itu, sebaiknya kita memberikan ruang dan waktu bagi orang lain untuk mencerna seluruh perasaannya sambil tetap mendampingi mereka jika dibutuhkan.
Berusahalah untuk memperluas empati ketika kita sedang berusaha memahami perspektif mereka.
Kritik Terus
Coba cek diri sendiri deh girls, kalau kita selalu mengkritik apapun di sekitar kita bisa jadi kita merupakan salah satu orang yang toxic.
Apalagi kalau kritik yang kita berikan sama sekali enggak membangun dan dilontarkan dengan kata-kata pedas.
Mungkin kita akan berpikir kritik yang diberikan sama dengan saran untuk mereka.
Namun, faktanya kata-kata itu justru melemahkan orang yang mendengar atau menerima kritik tersebut.
Bukannya enggak boleh memberikan kritik, tapi semua ada tempat dan batasannya masing-masing.
Jadi, sebelum memberikan opini atau pedoman, cobalah berpikir bagaimana kira-kira opini dan pedoman tersebut akan diterima.
Kita juga perlu melihat lebih dalam apa yang membentuk pola kritik tersebut dan diskusikan pada orang yang menerima, bahwa kita berniat mengubah perilaku kita.
Agresif-Pasif
Mungkin kita tipe orang yang menghindari konflik atau cekcok sehingga kerap melampiaskan kekesalan secara enggak langsung.
Perilaku ini biasa disebut sebagai agresif-pasif.
Meski tampak baik karena belum tentu bisa menyinggung orang lain, sebetulnya perilaku seperti ini sangat berbahaya karena tersembunyi sebagian, sehingga sulit untuk diselesaikan.
Hal yang harus dilakukan adalah jujur pada diri sendiri tentang perasaan yang mengarah pada perilaku tersebut.
Jika kita enggak senang dengan sesuatu dan sesuatu itu pantas untuk ditangani, carilah waktu dan cara yang tepat untuk menuntaskannya secara langsung dan jujur.
Menghindari Keintiman
Pernah dengar istilah 'detached'?
Mungkin kita cenderung membuat hubungan emosional dengan orang lain, tetapi kita juga menemukan cara untuk memastikan hubungan tersebut enggak terlalu dekat.
Dalam perjalanannya, bisa jadi kita menarik diri secara emosional, memulai pertengkaran, membuat lelucon sepanjang waktu, atau mencari alasan untuk menghabiskan lebih sedikit waktu bersama.
Pada akhirnya, kita membuat orang lain merasa enggak terhubung dan kebingungan.
Alih-alih berperilaku demikian, cobalah perhatikan pola hubungan yang kita miliki, misalnya dengan mencari informasi tentang 'gaya ketertarikan', yaitu bagaimana kita menjadi terhubung dengan orang lain.
Masalah ini juga bisa diatasi dengan terapi.
Baca Juga: Anggota Keluarga Sendiri Juga Bisa Toxic! Ini Tanda-tandanya!
Hilang Saat Dibutuhkan
Enggak memberikan bantuan dukungan dekat yang dibutuhkan oleh orang lain seperti yang kita janjikan sebelumnya, apalagi di tengah kondisi sulit, adalah perilaku toxic.
Awalnya kita mungkin berjanji akan menjadi seseorang yang mendukung dan ada untuk mereka, tetapi kemudian kita enggak bisa terus terlibat karena satu dan lain alasan.
Hindari perilaku tersebut ya girls, mari belajar bertanggungjawab!
Cobalah pikirkan tentang orang-orang yang membutuhkan kita dan sedang mengalami masa sulit, lalu tanyakan apa yang mereka butuhkan dari kita secara berkala.
Ingatlah bahwa mendukung seseorang secara enggak sempurna lebih baik daripada absen sama sekali, bahkan jika kita enggak tahu hal yang benar untuk dikatakan.
Menyembunyikan Masalah Sendiri
Perilaku toxic lainnya yang harus dihindari adalah kebiasaan menyembunyikan masalah dan enggak berbagi dengan orang terdekat, apalagi jika berkaitan dengan orang tersebut.
Kita mungkin mengatakan pada diri sendiri kalau kita melindungi orang lain, atau bahwa kita akan memberi tahu mereka segera setelah mencari tahu.
Namun, pada kenyataannya orang lain menilai perilaku tersebut sebagai suatu ketidakjujuran yang pada akhirnya dapat merusak hubungan.
Jadi, alih-alih menyembunyikan masalah, cobalah lebih terbuka dengan orang-orang yang menurut kita perlu tahu.
Ini mungkin akan menyakitkan pada awalnya, tetapi akan menghindarkan masalah jangka panjang antara kita dan orang-orang tersebut.
Langkah ini juga cenderung memberi kita lebih banyak dukungan daripada yang seharusnya, bahkan mungkin solusi yang enggak terpikirkan sebelumnya.
Baca Juga: 5 Kebiasaan Kecil Ini Bisa Jadi Toxic Banget dalam Hubungan Pacaran!
Sering Teralihkan
Ini kebiasaan yang sangat pasif tapi bisa diidentifikasi sebagai perilaku toxic.
Enggak ada konflik yang jelas dengan orang lain, kita hanya disibukkan dengan hal-hal lain sepanjang waktu, dengan sedikit perhatian untuk dicurahkan kepada orang-orang di sekitar kita.
Contohnya ketika kita malah sibuk mengecek ponsel saat sedang bersama orang lain.
Jika kita mengalaminya, cobalah meluangkan waktu untuk mencurahkan perhatian penuh kepada orang-orang penting dalam hidup kita.
Kita bisa menentukan 'zona bebas gadget' atau mempertimbangkan mengambil pelatihan kesadaran (mindfulness), yang banyak melatih tentang kesadaran dan berfokus pada apa yang paling penting bagi kita.
(*)
Baca Juga: 5 Gerakan Olahraga yang Bisa Dilakukan Sambil Rebahan. Wajib Coba!
Stem Cell, Terobosan Baru Sebagai Solusi Perawatan Ortopedi Hingga Cedera Olahraga
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Kinanti Nuke Mahardini |
KOMENTAR